Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Walhi NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi dalam seminar mingguan Public Virtue Research Institute (PVRI) bertajuk "Bencana Alam di NTT dan Proyek Hutang Mandalika di NTB: Perspektif Keadilan Sosial, Gender, dan Iklim†yang berlangsung secara virtual, Minggu (18/4).
“Menurut saya, ini salah satu yang wajib dibincangkan karena hampir semua peringatan dini yang disampaikan oleh BMKG praktis berhenti sampai di situ (tidak rinci),†kata Umbu Wulang.
Oleh karenanya, ke depan ia meminta agar BMKG proaktif memberikan arahan kepada pemerintah daerah bukan hanya sebatas peringatan yang normatif, tapi menjelaskan secara terperinci apa saya yang harus dilakukan pemerintah daerah dan juga masyarakat ketika bencana itu terjadi.
“Mungkin ke depan usul kami, BMKG itu harus memiliki satu mekanisme saat menetapkan peringatan dini, juga harus menetapkan proses-proses apa yang diharapkan untuk mencegah banyaknya korban,†imbuhnya.
Pasalnya, ia melihat selama ini banyak pemerintah daerah yang mendapatkan arahan secara normatif dari BMKG maupun BNPB dan tidak mampu menangkap dan memitigasi bencana di daerah.
“Menyampaikan akan terjadi siklon, cuaca ekstrem, akibat krisis iklim yang terjadi secara normatif tentu saja penting, tapi jauh lebih penting itu bagaimana BMKG bisa memberikan petunjuk, apa saja yang mesti dilakukan. Itu harus disuarakan kawan-kawan di BNPB,†ujarnya.
Selain itu juga, lanjut Umbu Wulang, penting bagi pemerintah pusat dan daerah menyiapkan regulasi cara penanganan pertolongan pertama pada bencana yang sesuai dengan protokol kesehatan.
"Sampai sekarang juga tidak ada protokol penanganan bencana di masa pandemi. Kita tahu orang Kupang itu baku tolong dan sebagainya di lapangan, tapi mepet-mepet, tidak ada standar yang ditetapkan bagaimana cara-cara menolong orang atau memberikan bantuan di masa pandemi Covid-19," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: