Pada 1 April 2021 lalu, kata Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin, dijadwalkan penandatanganan naskah perjanjian hibah anggaran antara Pemerintah Aceh dengan KIP Aceh.
Namun, penandatanganan tersebut tidak terjadi karena adanya surat dari Sekda Aceh yang menyatakan bahwa Pemerintah Aceh tidak berani menandatanganinya karena belum ada keputusan politik dari pemerintah pusat.
"Mereka memposisikan diri sebagai wakil pemerintah pusat di Aceh. Karena terkait dengan nomenklatur anggaran, mekanisme teknis soal anggaran. Padahal anggarannya sudah tersedia di pos BTT, tinggal digeser. Tapi keberanian ini tidak ada di eksekutif,†terang Dahlan, dikutip
Kantor Berita RMOLAceh, Rabu (21/4).
Menurut Dahlan, ada pihak di Jakarta yang tidak memahami keberadaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), khususnya tentang Pilkada.
Karena itu, semua pihak, terutama penyelenggara pemerintahan di Aceh harus aktif mengomunikasikan dan mengadvokasi apa yang menjadi substansi kehendak perdamaian Aceh.
Terutama dalam upaya menjaga keisitimewaan dan kekhususan yang sudah diberikan oleh negara. Sehingga, rencana Aceh menggelar Pilkada sesuai jadwal di UUPA dapat terlaksana.
Dahlan juga mengingatkan bahwa tidak semua kebijakan yang diatur di tingkat nasional berlaku secara otomatis di Aceh. Ada undang-undang khusus yang pengaturannya berlaku di Aceh.
"Ini yang harus dipahami oleh Pemerintah Aceh dan tentunya aparatur birokrasi sipil yang ada di Aceh,†tegasnua.
Toh, dDengan koordinasi yang selama ini dilakukan oleh DPR Aceh dengan pemerintah pusat, Dahlan mengaku optimistis Pilkada Aceh akan bisa dilaksanakan pada 2022.
"Harapan kita semua bisa melaksanakan tugasnya untuk menjawab hambatan teknis seperti tidak adanya naskah perjanjian hibah tersebut," tandas Dahlan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: