Hal ini sangat miris mengingat bahwa Indeks Kelaparan (
hunger index) Indonesia ada di angka 19,9 dan masuk dalam kategori
Almost Severe.
Dalam diskusi bertajuk “Aksi Bisnis untuk Atasi Susut Pangan dan Limbah Pangan di Indonesia†yang diselenggarakan Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Kamis (29/4), disebutkan hanya 11,5% sampah makanan dihasilkan pada proses konsumsi.
Sementara, proses produksi menyumbang 23,5% susut dan limbah pangan, kemudian penyimpan pasca panen menyumbang 24,4%, proses manufaktur 20,3%, dan distribusi sebesar 20,3%. Artinya, bisnis memiliki peran sangat besar dalam menangani masalah ini.
"Pemerintah Indonesia tetap optimis untuk mengurangi sampah dengan target 30% dan 70% pada tahun 2025, termasuk di dalamnya adalah sampah makanan. Bahkan, pengurangan sampah makanan menjadi salah satu prioritas dalam RPJMN 2020-2024," kata Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Medrilzam.
Berangkat dari fakta tersebut, IBCSD bersama WRAP mengenalkan inisiatif yang berbasis
voluntary agreement, di mana bisnis dapat ikut berkomitmen dan mulai menghitung serta menganalisa susut dan limbah pangan masing-masing. Keterlibatan sektor bisnis diyakini bisa menjadi salah satu solusi dalam menangani permasalah sampah makanan.
“Kami yakin bahwa permasalahan ini telah menjadi perhatian banyak pihak. Sehingga hal ini bukan menjadi sebuah program
reinventing the wheel, tetapi menjadi pendukung dan penyempurna inisiatif yang ada secara global maupun nasional,†sambung Executive Committee IBCSD, Yono Reksoprodjo.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: