"BSB juga minim penyelewengan di lapangan, sehingga bantuan sosial tersebut tepat sasaran," kata politisi Partai Gerindra, Arief Poyuono, Senin (3/5).
Menurutnya, salah satu kelemahan dari bantuan sosial tunai (BST) adalah pemerintah tidak bisa mengontrol penggunaan bantuan setelah diberikan.
"Dikhawatirkan uang itu digunakan untuk membeli rokok, serta banyak yang dikurangi saat diterima oleh masyarakat jumlah uangnya. Belum lagi jutaan data penerima bansos fiktif yang akhir dikorupsi dengan kongkalingkong antara oknum pengurus bansos mulai dari Kemensos, perbankan maupun perangkat desa, dan sebagainya," ujar Arief Poyuono.
"Dan itu sudah banyak terjadi dimana-mana penyalahgunaan bansos beras yang diganti tunai," lanjut dia.
Arief Poyuono menjelaskan, dimana untuk satuan berapa jumlah per bulan dan per KPM itu untuk sementara Rp 200 ribu, tetapi kemungkinan akan diubah menjadi Rp 300 ribu.
"Ini akan semakin mengiurkan terjadinya penyelewengan lebih banyak," terang dia.
Pada sisi lain, lanjut Arief Poyuono, dari data yang ada saat ini, ketersedian beras di Bulog dari hasil serapan beras petani mencapai 1,3 juta ton di gudang. Artinya, Bulog siap untuk melayani program BSB dari Kemensos.
Ada dampak positif bagi Bolog dan petani jika Presiden Jokowi melakukan kembali BSB. Salah satunya, beras petani akan lebih banyak lagi terserap oleh Bulog, kemudian Bulog bisa menghindari cadangan berasnya menjadi turun mutu karena terserap dengan BSB. Dampak BSB juga berdampak pada harga beras di pasar menjadi stabil, dan tingkat inflasi terjaga.
"Masyarakat yang tidak masuk katagori penerima bansos seperti buruh, pedagang kaki lima, pedagang sayur, sopir ddan lain-lain bisa menikmati harga beras dengan harga yang murah," demikian Arief Poyuono.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: