Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bupati Nganjuk Tersangkut Korupsi, Pemerhati Hukum: Contoh Lingkaran Kekuasaan Bisa Hilangkan Idealisme

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Senin, 10 Mei 2021, 23:33 WIB
rmol news logo Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat yang ditetapkan sebagai tersangka jual beli jabatan merupakan satu contoh konkret dari pengaruh yang ada di lingkaran kekuasaan.

Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra, menyampaikan penilaiannya tersebut atas perkara korupsi jual beli jabatan di pemerintahan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

"Tertangkapnya Bupati Nganjuk ini, walaupun diketahui punya rekam jejak yang baik begitu berada dalam lingkar kekuasaan politik, sikap idealisme seseorang pun bisa jadi hilang," ujar Azmi dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Senin (10/5).

Menurut dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti ini, Novi Rahman Hidhayat yang meskipun pada masa sebelum menjadi pejabat terkenal idealis tidak bisa keluar dari sistem dan pola praktik kekuasaan yang  selama ini terjadi.

"Dan dari OTT ini terlihat  perkembangan tipologi klasik OTT ini diketahui bahwa menu cepat dan segar bagi pejabat untuk dapat uang adalah melalui kemasan suap salah satunya yaitu dengan cara jual beli jabatan di 'pasar jual beli jabatan'," tuturnya.

Azmi Syahputra mengatakan, dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK bekerjasama dengan Bareskrim Polri ini bisa dilihat adanya bukti nyata dari masalah sentral kebijakan atau legislasi, sehingga mengakibatkan perilaku pimpinan daerah untuk melakukan praktik jual-beli jabatan.

"Karena melalui pasal 53 UU  Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memberikan kebijakan faktual berupa kewenangan kepada pejabat politik untuk penetapan, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian ASN," ungkapnya.

Bahkan menurut Azmi, dari kasus korupsi Bupati Nganjuk ini bisa dilihat pula bahwa letak muara pintu penyalahgunaan kekuasaan dan potensi melakukan kejahatan dalam jabatan terbuka lebar dilakukan oleh pejabat berwenang.

"Namun disini oleh Bupati dijadikan celah dan ruang untuk menyalahgunakan wewenangnya, kesempatan atau sarana yang melekat padanya atas jabatan atau kedudukannya untuk keuntungan pribadi dan disinilah peristiwa dan jerat tindak pidana korupsi berlaku bagi pejabat tersebut," paparnya.

Masalah lain yang juga terkait penyalahgunaan jabatan, lanjut Azmi adalah karena kepala daerah merupakan pejabat politik dan juga melekat fungsi ex officio sebagai pejabat pembina kepegawaian. Hal itulah yang diduga sebagai sarana menyalahgunakan kewenangan sekaligus peluang.

"Dan masalah yang bisa timbul dari dalam dirinya atau  dorongan oleh organ sekitar jabatannya tersebut. Sepanjang regulasi ini tidak dievaluasi atau diganti, maka stimulan pejabat untuk menyalahgunakan kekuasaan sangat terbuka dan sebagai cara mudah bagi pejabat untuk dapat uang," ucapnya.

"Dan janji rayuan jebakan dari orang atau organ kekuasaan sekitar pada bupati atau gubernur, termasuk kementrian/lembaga dengan segala cara modusnya. Dan pada akhirnya, para pejabat politik ini akan tertangkap OTT oleh penegak hukum terutama dari KPK," demikian Azmi Syahputra. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA