Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Publik Perlu Dicerahkan Agar Tidak Tergiring Opini Sesat Di Seputar Polemik Pegawai KPK Gagal TWK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Rabu, 19 Mei 2021, 13:22 WIB
Publik Perlu Dicerahkan Agar Tidak Tergiring Opini Sesat Di Seputar Polemik Pegawai KPK Gagal TWK
Penyidik senior KPK Novel Baswedan/Net
rmol news logo Publik harus hati-hati dalam menyikapi polemik yang berkembang mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK. Di mana kasus ini mulai mencuat setelah 75 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tes yang untuk alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) sebagaimana diamanatkan UU 19/2019 tentang KPK.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Secara khusus, pakar komunikasi dari Universita Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyoroti mengenai pernyataan penyidik senior KPK Novel Baswedan, yang turut disebut sebagai tidak lolos tes. Novel menyebut bahwa TWK merupakan alat untuk menyingkirkan dirinya dan 74 pegawai KPK.

“TWK alat untuk singkirkan 75 pegawai KPK yang kritis dan berintegritas. Ini upaya terakhir untuk mematikan KPK,” ujarnya lewat akun Twitter @nazaqistsha pada Minggu (16/5).

Menanggapi itu, Emrus menekankan bahwa secara akademik tidak ada manusia yang tidak berintegritas. Artinya, secara sekilas pernyataan Novel Baswedan memang tampak benar. Namun pernyataan Novel kurang lengkap. Seharusnya dia juga menyebut bahwa 1.274 pegawai KPK yang lolos juga berintegritas.

Emrus lantas mengingatkan bahwa soal integritas memiliki gradasi, mulai dari tinggi, sedang dan rendah. Selain itu, integritas juga bersifat cair karena merupakan fenomena sosial yang bergantung pada kondisi dan situasi tertentu.

“Jadi tidak ada jaminan yang 75 pegawai (TMS) itu tinggi semua,” tekannya.

Selanjutnya soal klaim pegawai kritis. Emrus mengaku yakin semua pegawai KPK merupakan orang yang kritis. Namun demikian, apakah mereka benar-benar sungguh kritis, Emrus sangsi.

Sebab, sambungnya, tidak menutup kemungkinan sikap kritis hanya berlaku jika kasus yang dikritis hanya menguntungkan diri mereka.

Misalnya, lanjut Emrus, pegawai KPK seolah tidak bersuara saat ada pegawai yang ketahuan mencuri barang bukti emas sitaan.

“Makanya, dia kritis kalau menguntungkan dia. Artinya ada framing, agenda setting, sehingga kritis pada aspek tertentu.

“Jadi intinya, publik perlu dicerahkan agar tidak tergiring opini,” demikian Emrus Sihombing. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA