Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Vaksinasi Gotong Royong Harus Bebas Dari Motif Bisnis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Sabtu, 22 Mei 2021, 01:17 WIB
Vaksinasi Gotong Royong Harus Bebas Dari Motif Bisnis
Direktur Eksekutif Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat/Net
rmol news logo Harga Vaksin Gotong Royong yang cukup mahal bagi perusahaan kecil menimbulkan kesan bahwa program ini tak lepas dari unsur bisnis alias mencari keuntungan semata.

Padahal, sebagai upaya untuk menciptakan herd immunity seperti yang diharapkan, Vaksin Gotong Royong jelas harus bebas dari motif bisnia dari kelompok manapun.

“Harga Vaksin Gotong Royong yang mahal dan penggunaan jenis vaksinnya tunggal yaitu vaksin asal China, Sinopharm, menimbulkan kesan bahwa vaksin gotong royong ini motifnya bisnis
semata. Everything about pharmacy business,” kata ekonom Achmad Nur Hidayat atau biasa disapa ANH, Jumat (21/5).

Seperti diketahui, harga Vaksin Gotong Royong adalah Rp 321.660 per dosis, dengan tambahan tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No.HK.01.07/Menkes/4643/2021 tentang Penetapan Besaran Harga Pembelian Vaksin Produksi Sinopharm melalui penunjukan PT Bio Farma (Persero) dalam Pelaksanaan Pengadaan Vaksin Covid-19 dan Tarif Maksimal Pelayanan untuk Pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong.

Pihak Biofarma selaku BUMN yang ditugaskan untuk pengadaan vaksin Sinopharm menjelaskan, harga vaksin Gotong Royong yang lebih mahal dari vaksin pemerintah disebabkan Biofarma melakukan impor vaksin jadi. Sementara vaksin pemerintah itu, Sinovac, merupakan produksi sendiri.

Untuk itu, ANH meminta Biofarma menjelaskan detail harga dari impor vaksin jadi untuk vaksin gotong royong tersebut.

“Pemilihan jenis vaksin tertentu dari Vaksin Gotong Royong juga menimbulkan persepsi publik bahwa Vaksin Gotong Royong pada akhirnya memiliki motif bisnis, di antaranya bisnis vaksin
yang memberikan keuntungan kepada perusahan-perusahan farmasi dunia. Terlebih lagi kemampuan produksi vaksin hanya ada di beberapa negara tertentu saja,” jelas Direktur Eksekutif Narasi Institute ini.

ANH heran kenapa Pemerintah tidak memprioritaskan vaksin dalam negeri sendiri, padahal ini menyangkut ketahanan dan kesehatan nasional.

Ia mempertanyakan kenapa vaksin Merah Putih tidak dipercepat riset dan pemasarannya, sehingga bisa digunakan dalam vaksin Gotong Royong maupun vaksin gratis pemerintah

“Optimalisasi vaksin inovasi anak negeri sendiri akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap perusahaan-perusahaan farmasi akan kebutuhan vaksin. Presiden Jokowi ingin vaksinasi selesai tahun 2021 ini, sementara vaksin inovasi anak negeri baru dapat muncul dipasaran pada awal 2022. Dengan begitu vaksin inovasi anak negeri menjadi kurang bermakna bagi penghematan angggaran vaksin dan kepentingan nasional,” tutur ANH.

Narasi Institute berharap, Indonesia seharusnya dapat memiliki vaksin inovasi sendiri seperti dari lembaga Eijkman mapun lab-lab universitas lainnya yang lebih cepat. Sehingga pemerintah perlu memberikan dukungan kepada lembaga riset nasional agar vaksin inovasi Merah Putih diedarkan publik lebih cepat sebelum 2021 berakhir. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA