Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mafia Alutsista Di Kementerian Prabowo Harus Diusut, Arief Poyuono Dkk Akan Mendatangani Kantor Firli Bahuri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Minggu, 23 Mei 2021, 01:26 WIB
Mafia Alutsista Di Kementerian Prabowo Harus Diusut, Arief Poyuono Dkk Akan Mendatangani Kantor Firli Bahuri
Ketum FSP BUMN Bersatu, Arief Poyuono/Net
rmol news logo Dugaan mafia alutsista yang telah menyeruak ke permukaan masih jadi sorotan publik. Terlebih kasus ini seperti bergerak lamban untuk diketahui fakta dan kebenarannya.

Oleh karen itu, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Komite Anti Korupsi Indonesia berencana mendatangi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan depan.

Agendanya adalah untuk melaporkan dugaan pratik mafia pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan yang diduga sudah merugikan uang negara hingga ratusan triliun rupiah.

Menurut Ketua Umum FSP BUMN Bersatu, Arief Poyuono, hal ini dilakukan karena pihaknya juga pernah melaporkan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di TNI AL pada 2011.

Saat itu, dituturkan Arief, TNI AL memberikan pekerjaan pengadaan Helikopter Bell 412EP tahap II dengan nilai Rp 220 miliar kepada PT Dirgantara Indonesia (DI).

Dalam pekerjaan ini, PT DI sudah dibayar Rp 212.415.954.199 atau 96 persen. Tetapi pekerjaan atau kemajuan fisik baru 20 persen.

Selain itu, dalam kontrak untuk pemesanan Helikopter Bell 412EP oleh Kemenhan, yang berasal dari dana APBN, terdapat perbedaan penentuan imbalan (fee) kepada mitra penjualan PT DI.

Padahal helikopter yang dipesan sama dan pembeli juga sama, yaitu Kementerian Pertahanan yang kini dipimpin Prabowo Subianto. Tetapi untuk pengguna yang berbeda, yaitu TNI AD dan TNI AL.

PT DI memberikan fee kepada BTP sebesar 5 persen dari total kontrak Helikopter Bell 412EP beserta perlengkapannya untuk TNI AD. Sementara PT DI memberikan fee kepada BTP sebesar 7 persen dari total kontrak Helikopter Bell 412EP beserta perlengkapannya untuk TNI AL.

"Akibatnya denda yang harus dibayar oleh PT DI sebesar Rp 3.357.999.942,” terang Arief, Sabtu (22/5).

Penyelidikan yang dilakukan KPK cukup lama setelah FSP BUMN Bersatu membuat laporan. Namun, akhirnya KPK bisa membawa pelaku korupsi di proyek tersebut ke Pengadilan Tipikor.

"Jadi pratik mafia pengadaan alutsista juga akan kami laporkan. Kami percaya KPK akan berani dan bisa membongkar pratik mafia pengadaan alutsista yang menciptakan megakorupsi di Kemenhan nantinya," tegas Arief.

Dirinya meminta KPK tidak gentar untuk membongkar kasus ini, karena rakyat Indonesia ada di belakang KPK.

"FSP BUMN Bersatu dan Komite Anti Korupsi Indonesia juga mendesak Presiden Jokowi untuk mendukung KPK membongkar pratik mafia pengadaan alutsista," demikian Arief Poyuono. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA