Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lama Merasa Jadi "Superman" Novel Baswedan Tak Bisa Bedakan Keterbukaan Dan Buka-bukaan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Selasa, 25 Mei 2021, 13:00 WIB
Lama Merasa Jadi "Superman" Novel Baswedan Tak Bisa Bedakan Keterbukaan Dan Buka-bukaan
Penyidik senior KPK Novel Baswedan/Net
rmol news logo Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto, menilai Novel Baswedan tidak bisa memahami perbedaan antara keterbukaan atau transparansi dengan buka-bukaan atau telanjang. Seolah-olah  "transparan" dan "telanjang" adalah dua hal yang sama.

Menurut Satyo, kegagalan membedakan ini karena Novel Baswedan sudah lama merasa jadi "superman" yang mengawal lembaga "super body".

"Sudah terlalu lama KPK diperlakukan sebagai super body dan akibatnya hal itu  berpengaruh pada kultur pegawainya," kata Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (25/4).

Satyo mengulas, transparansi perlu memperhatikan kaidah kerahasiaan, dimana ada hal-hal yang tidak bisa dikonsumsi masyarakat umum begitu saja. Dia mencontohkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Di dalam laporan itu ada beberapa hal yang tidak bisa disampaikan kepada masyarakat umum, seperti nomor rekening bank, nomor polisi kendaraan, juga nomor sertifikat tanah, dan sebagainya. Hanya besaran kekayaan seorang pejabat negara yang dapat diakses publik.

Hal yang sama juga berlaku pada tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilaksanakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang berkerjasama dengan sejumlah lembaga lain untuk menguji pegawai KPK yang hendak dialihkan fungsinya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Hasilnya tidak untuk konsumsi publik. Bahkan merupakan dokumen negara yang bersifat rahasia," demikian Satyo.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA