Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ikut Susun Prioritas Pendidikan Tahun 2022, Suharso: Bappenas Ingin Memastikan Pemenuhan Mandatory Spending Anggarannya 20 Persen

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Kamis, 27 Mei 2021, 21:43 WIB
Ikut Susun Prioritas Pendidikan Tahun 2022, Suharso: Bappenas Ingin Memastikan Pemenuhan Mandatory Spending Anggarannya 20 Persen
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa/Net
rmol news logo Belanja atau pengeluaran negara yang besarannya sudah diatur oleh UU (Mandatory Spending) untuk pendidikan di tahun 2022, ingin dipastikan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), bisa terpenuhi.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa membahasa hal tersebut dalam rapat bersama Mendikbudristek Nadiem Makarim dan sejumlah pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu), diselenggarakan di Ruang Rapat Djunaedi Hadisumarto, Gedung Bappenas, Kamis (27/5).

Suharso menyatakan bahwa pihaknya ingin memastikan pemanfaatan anggaran pendidikan secara tepat di tahun 2020 adalah untuk menyelesaikan masalah-masalah mendasar pembangunan di bidang pendidikan. Yaitu, peningkatan pemerataan dan kualitas layanan pendidikan.

"Bappenas ingin memastikan pemenuhan mandatory spending anggaran pendidikan sebesar 20 persen," ujar Suharso ddikutip melalui keterangan tertulis kepada redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (27/5).

Berdasarkan catatan Bappenas, ada kementerian yang meningkat anggarannya di tahun 2020 hingga senilai Rp 1,7 Triliun. Sementara Kemendikbud turun Rp 8,5 Triliun termasuk anggaran Kemenristek.

"Jadi ini saya kira perlu kita dudukkan terkait dengan ini, coba telusuri supaya kita bisa dapat mendudukkan kembali postur 20 persen tersebut," tuturnya.

Mengacu pada survei Sosial Ekonomi Nasional 2020 yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pembangunan pendidikan di Indonesia relatif berkembang baik.

Hal itu ditandai dengan peningkatan angka partisipasi kasar (APK) pada semua jenjang, yakni SD/MI/sederajat 106,32 persen, SMP/MTs/sederajat 92,06 persen, SMA/SMK/MA/sederajat 84,53 persen, dan PT 30,85 persen.

Namun, layanan pendidikan belum sepenuhnya merata di seluruh wilayah Indonesia, ditandai adanya kesenjangan partisipasi pendidikan baik antarwilayah maupun antarstatus sosial-ekonomi keluarga.

Kesenjangan antarwilayah paling tajam terjadi di Papua dan di daerah-daerah padat penduduk seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sebagai contoh, APK SMA/sederajat di Jawa Barat sebesar 78,26 persen (di bawah rata-rata nasional sebesar 84,53 persen), di Kabupaten Ciamis sudah mencapai 116,79 persen, sementara di Kabupaten Sumedang masih sangat jauh tertinggal, yakni 54,58 persen.

Dalam konteks status sosial-ekonomi keluarga, APK pada jenjang menengah anak-anak usia sekolah (16-18 tahun) dari keluarga tidak mampu atau 20 persen termiskin meningkat sangat tajam, dari 34,82 persen pada 2010, menjadi 71,35 persen pada 2020.

Sedangkan, APK pada jenjang yang sama anak-anak usia sekolah dari keluarga mampu atau 20 persen terkaya meningkat dari 82,81 persen menjadi 92,96 persen pada periode yang sama.

Selama satu dekade, terjadi penurunan kesenjangan partisipasi di antara keluarga termiskin dan keluarga terkaya, dari semula 47,99 poin menjadi 21,61 poin. Ini merupakan pencapaian signifikan dalam pembangunan pendidikan yang menunjukkan bahwa layanan pendidikan makin inklusif.

Maka dari itu, Suharso berkeinginan untuk semakin meningkatkan inklusivitas dan kualitas pendidikan Indonesia, sinkronisasi perencanaan dan penganggaran menjadi syarat mutlak peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

"Bahwa seyogianya semua anggaran-anggaran yang dikategorikan untuk pendidikan 20 persen itu, ada semacam clearing house-nya di Kementerian Pendidikan sehingga apakah itu dapat dikatakan terkategori atau terklasifikasi sebagai anggaran pendidikan," tuturnya.

"Mas Menteri (Nadiem) sedang menyiapkan Peraturan Presiden terkait dana pendidikan ini, saya kira itu bagus, menjadi basis untuk pengalokasian biar kita tidak misleading. Dengan demikian, istilah 20 persen benar-benar program yang diinginkan, sebagaimana yang didemonstrasikan Mas Menteri di Sidang Kabinet, bisa berjalan," ttandas Suharso. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA