Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Aktivis Milenial Berharap Novel Baswedan Tidak Menciptakan Polarisasi Di Masyarakat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Sabtu, 29 Mei 2021, 04:43 WIB
Aktivis Milenial Berharap Novel Baswedan Tidak Menciptakan Polarisasi Di Masyarakat
Novel Baswedan/Net
rmol news logo Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai proses alih status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), diharapkan tidak menciptakan polarisasi di masyarakat.

Pasalnya, Koordinator Nasional Himpunan Aktivis Milenial Indonesia, Asip Irama melihat, polemik TWK kian meruncing, salah satunya, akibat dari ego sektoral kelompok tertentu yang ‘sakit hati’ karena namanya masuk di daftar 51 orang yang diberhentikan.

"Misalnya, pernyataan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang namanya turut disebut tak lolos tes TWK. Novel mengklaim bahwa TWK hanya alat untuk menyingkirkan dirinya dan pegawai KPK yang lain," ujar Asip Irama dalma keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (29/5).

Novel, menurut Asip Irama, seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menyesatkan atau bahkan sampai memunculkan polarisasi di masyarakat, karena sosoknya merupakan public address.

Asip Irama berpendapat, TWK kini cendrung dijadikan senjata untuk menyudutkan lembaga antirasuah yang teah memutuskan memecat 51 pegawai yang tidak lulus tes TWK. Padahal, menruutnya, TWK adalah prosedur konstitusional lembaga, sebagaimana diaturUU 19/2019 tentang KPK, UU 5/2014 tentang ASN, dan PP 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.

"Keputusan pemerintah melalui rapat koordinasi Pimpinan KPK, Menpan RB, Menkumham, BKN, LAN, dan KASN memang sudah tepat, memberhentikan 51 pegawai sementara 24 lainnya mendapat pendidikan wawasan kebangsaan," ucapnya.

Berdasarkan informasi yang disampaikan KPK sebelumnya, ada sebanyak 51 pegawai mendapatkan nilai buruk dari tiga aspek asesmen TWK. Yaitu, aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintah yang Sah).

"Tentu saja, aspek terakhir TWK memiliki peran fundamental yang tak bisa ditawar, dan masalahnya, 51 pegawai dari 75 yang tak lolos TWK, buruk di aspek PUNP," tuturnya.

Maka dari itu, Asip Irama berkesimpuan bahwa pemberhentian 51 pegawai dan pembinaan terhadap 24 pegawai KPK lalinnya sudah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, dan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak merugikan pegawai KPK dalam alih status menjadi ASN.

Bahkan katanya, frasa ‘tidak merugikan’ bukan berarti semua pegawai KPK harus dialih statuskan jadi ASN. Tapi 51 pegawai yang tidak lolos justru masih bisa tetap bekerja hingga 1 November 2021. Termasuk, hak-hak kepegawaian mereka tidak pernah dirampas.

"Karena itu, publik dan elemen masyrakat mesti hati-hati dalam membaca kisruh soal TWK KPK. Mestinya, masyarakat tak perlu membuat hal ini sebagai masalah besar yang justru kontraproduktif dan destruktif," ucapnya.

"Masyrakat mesti terus memberikan dukungan terhadap 94 persen pegawai yang lolos dalam rangka pendistribusian mereka dalam sub kewenangan KPK ke depan, baik pencegahan, penanganan, dan penegakan. Dengan begitu, kinerja KPK tidak akan terganggu dalam memberantas kejahatan rasuah di Indonesia," demikian Asip Irama. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA