Begitu analisis yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies, Nyarwi Ahmad, menanggapi keinginan PDIP yang diwakili Sekjen Hasto Kristianto yang menginginkan Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasangan calon.
Menurut Nyarwi, dari perspektif efisensi proses penyelenggaraan pemilu, ide Hasto tersebut sangat bagus dan positif.
"Karena proses pemilu berlangsung hanya satu tahap dan jangka waktunya lebih pendek juga menghemat biaya dan sumber daya penyelenggaraan pemilu," ujar Nyarwi kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (31/5).
"Namun berpotensi tidak diajukan oleh parpol dalam bursa Pilpres mendatang, (sehingga) ide tersebut berdampak negatif ke mereka," sambungnya.
Sehingga, lanjut Nyarwi, bukan tidak mungkin panggung Pilpres nanti hanya menjadi ruang kompetisi untuk segelintir elite yang berkuasa di parpol.
Atau kalangan tertentu yang mendapatkan dukungan kuat serta memiliki kedekatan personal dengan para elite kunci di partai politik.
Selain itu, Pilpres yang diikuti 2 pasangan calon juga berpotensi menciptakan polarisasi politik yang kuat. Hal ini bisa dilihat dari pengalaman Pilpres 2014 dan 2019 lalu, di mana pertarungan sengit antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto membuat arus polarisasi politik di masyarakat makin meruncing.
"Membuka peluang menguatnya arus polarisasi politik, khususnya berbasis agama," pungkas Nyarwi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: