Artinya, ditegaskan anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, kondisi utang Indonesia saat ini tidak bisa dikatakan aman.
Apalagi
Debt to GDP ratio makin melonjak. Dari 30% menjadi 41%, atau meningkat lebih dari 10% dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Hal ini diperparah dengan defisit
primary balance yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir.
"Tax ratio Indonesia selama lima tahun terakhir yang jauh dari optimal, bahkan di bawah 10 persen, menjadi penyebab lebarnya jurang defisit, hingga memperparah kondisi utang Pemerintah,†jelas Anis di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (2/6).
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini memaparkan, ketika utang negara semakin banyak, APBN akan semakin terbebani untuk pembayaran bunga utang. Setiap tahun, lebih dari Rp 250 triliun APBN dialokasikan hanya untuk pembayaran bunga utang.
“Angka tersebut bahkan jauh di atas angka subsidi energi ataupun bantuan sosial,†imbuhnya.
Anis yang juga menjabat Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menilai, problematika utang negara ini dimulai dari perencanaan anggaran dan kebijakan fiskal yang buruk sejak 2014.
Target pertumbuhan yang tidak realistis pada RPJMN 2014-2019 menyebabkan target pajak yang tinggi, sehingga berakibat pada
shortfall perpajakan.
“Ini awal dari tidak terkendalinya utang Pemerintah,†tegasnya.
Politikus senior PKS ini pun memberikan solusi agar utang negara tidak terus meningkat. Dia meminta pemerintah mengurangi utang dengan cara melakukan perbaikan dari perencanaan dan kebijakan fiskal serta menjaga defisit APBN.
“Dan keberhasilannya tidak terlepas dari pengelolaan utang secara profesional dan selalu dilakukan secara prudent,†tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: