Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Isu TWK Dipolitisasi Secara Brutal Sampai Komnas HAM Masuk Ranah Abu-abu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Kamis, 10 Juni 2021, 21:41 WIB
Isu TWK Dipolitisasi Secara Brutal Sampai Komnas HAM Masuk Ranah Abu-abu
Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)/RMOL
rmol news logo Tes wawasan kebangsaan (TWK) oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) kepada pegawai KPK sebagai syarat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) telah dijadikan alat politisasi oleh beberapa pihak secara brutal.

"Saya melihat, isu TWK ini sudah dipolitisasi secara berlebihan," kata analis politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Boni Hargens, Kamis (10/6).

TWK sejatinya sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dengan adanya upaya politisasi ini, masyarakat perlu mendapat pemahaman konteks besar penyelenggaraan TWK.

Dalam hampir dua dekade terakhir, kata Boni, kebangkitan politik identitas dalam ranah publik tidak pernah terlepas dari meluasnya pengaruh paham Wahabisme, terutama aliran Takfiri di Indonesia.

Paham ini sejatinya memang tidak menerima konsep demokrasi dan ingin mendirikan Khilafah Islamiyah. Wahabi melihat demokrasi sebagai sistem yang haram atau disebut thogut. Aliran ini bahkan menghalalkan strategi kekerasan dalam perjuangan politik mereka.

Radikalisasi, kata dia, sudah menjalar dan sukses menancapkan akarnya dalam berbagai lapisan sosial masyarakat dan dalam beragam institusi negara di Indonesia. Ini ancaman nyata terhadap ketahanan ideologi Pancasila yang harus direspons oleh negara, termasuk KPK.

"Kita mendukung kerja KPK dalam pemberantasan korupsi karena memang kesejahteraan rakyat tak bisa diwujudkan kalau korupsi masih merajalela. Tetapi KPK juga perlu berjalan dalam koridor konstitusi supaya seluruh pegawai dan kinerjanya selaras dengan ideologi negara," jelasnya.

"Poin saya adalah, TWK ini penting sebagai instrumen kebijakan dalam menjaga instasi negara dan semua lembaga publik bebas dari bahaya radikalisme," sambungnya.

Namun sayangnya, isu soal TWK kepada pegawai KPK justru menjadi bola liar dan unsur politisnya makin kental.

Salah satu yang ia soroti adalah masuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang melayangkan surat panggilan kepada Ketua KPK Firli Bahuri dengan alasan ingin menggali dugaan pelanggaran HAM dalam TWK tersebut.

Bila dirunut lebih dalam, maka tuduhan pelanggaran HAM sama saja dialamatkan kepada Badan Intelijen Negara (BIN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), hingga Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sebab penyelenggara TWK adalah instansi tersebut, bukan KPK pimpinan Firli Bahuri.

"Komnas HAM, menurut saya, sudah memasuki ranah abu-abu. Dugaan pelanggaran HAM dalam tes TWK itu secara implisit mau menuduh BKN, TNI, dan BIN sebagai pihak yang melakukan pelanggaran HAM," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA