Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Karya Ilmiah Rasa Autobiografi Calon Profesor Mega, Prof Musni: Silakan Publik Menilai

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Kamis, 10 Juni 2021, 22:41 WIB
Karya Ilmiah Rasa Autobiografi Calon Profesor Mega, Prof Musni: Silakan Publik Menilai
Megawati Soekarnoputri/Net
rmol news logo Karya ilmiah Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri belakangan ramai disorot publik menjelang pemberian gelar profesor kehormatan oleh Universitas Pertahanan pada Jumat besok (11/6).
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Bukan tanpa sebab, dalam dokumen yang beredar, tercantum tulisan ilmiah Mega berjudul “Kepemimpinan Presiden Megawati Pada Era Krisis Multidimensi, 2001-2004” yang kabarnya dikirim ke Jurnal Pertahanan dan Bela Negara volume 11, Nomor 1 tahun 2021 milik Universitas Pertahanan.

Hal itu menjadi sorotan lantaran tulisan pengantar gelar profesor kehormatan itu berisi pengalaman mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi negara dalam waktu singkat. Pengalaman tersebut merujuk saat Mega berkuasa pada periode 2001 sampai 2004 sebagai RI 1.

Bagi Rektor Universitas Ibnu Chaldun Prof Musni Umar, sah-sah saja Megawati menulis karya ilmiah yang berisi rekam jejak kinerjanya selama menjadi presiden RI. Meski seperti autobiografi dan narsisme, publik bisa menilai sendiri apakah isi karya ilmiah tersebut sesuai yang dirasakan rakyat atau tidak.

"Biarkan publik yang menilai. Tentu selama menjadi presiden, beliau banyak mencatatkan prestasi. Namun tak bisa dinafikkan juga kalau ada yang menilai sebaliknya," kata Prof Musni Umar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (10/6).

Semasa menjadi Presiden, beberapa kebijakan Mega sempat disorot, mulai dari penjualan sebagian saham PT Indosat ke Singapore Technologies Telemedia (STT) tahun 2002 silam, hingga munculnya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Ya kita kan negara demokrasi, tentu ada yang menilai demikian. Soal etis tidak etis beliau menulis pengalaman pribadinya, itu masing-masing orang punya pandangan," jelasnya.

Yang jelas, kata dia, pemberian gelar profesor kehormatan oleh Unhan tersebut tak bisa dilepaskan dari unsur politik.

"Tentu beliau diuntungkan dengan posisinya sebagai politisi. Karena bila dibandingkan dengan akademisi, itu sulit sekali mendapat gelar profesor," tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA