Demikian disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Marwan Cik Asan, menyoroti target pemerintah soal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sementara tahun 2022 yang minus 4,51% hingga 4,85% dari produk domestik bruto (PDB).
"Setelah dianggarkan begitu besar contohnya program PEN itu tidak nendang terhadap perekonomian kita. Perekonomian kita tetap tumbuh negatif di 2020 minus 2,07 persen dan di kuartal I ini minus 0,74 persen," kata Marwan, Rabu (16/6).
Selain itu, penyerapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tahun 2020 hanya Rp 579,78 triliun atau 83,4 persen dari pagu Rp 695,2 triliun.
"Konsumsi tidak tumbuh, Covid-19 tetap merajalela. Jadi kelonggaran ini tidak dimanfaatkan secara optimal," jelas Marwan.
Marwan juga menyoroti tingginya utang pemerintah dibandingkan dengan negara-negara lain.
"Contoh untuk jangka utang 10 tahun (bunga) Indonesia 26,72 persen, lebih tinggi dari Jepang 0,03 persen; China 2,99 persen; Thailand 1,29 persen; Malaysia 2,5 persen. Itu baru contoh dari yang di Asia dan Asia Tenggara," tegasnya.
"Makanya BPK memberikan catatan dengan strategi pengembangan surat berharga itu dilihat kurang efektif mahal," imbuh Marwan.
Yang lebih mengkhawatirkan, lanjut Marwan, ialah utang tersebut malah menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran atau SiLPA.
Mengacu data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ada dana sisa SiLPA sebesar Rp 254,19 triliun yang tercatat hingga akhir April 2021. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan posisi akhir April 2020 sebesar Rp 150,7 triliun.
"Ini kalau kata peribahasa Melayu sudah jatuh tertimpa tangga, sudah Covid-19 tidak terkendali, utang bunga tinggi, tidak juga nendang untuk pertumbuhan ekonomi. Terakhir uang yang kita sudah dapat dari utang dengan bunga yang tinggi itu ternyata malah jadi SiLPA," sesal Marwan.
Anggota Komisi XI DPR RI fraksi Partai Demokrat ini berharap ketidakoptimalan ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah, khususnya tim ekonomi.
Marwan menegaskan, keleluasaan dari aturan yang didapat dari UU nomor Nomor 2/2020 harus dimanfaatkan secara optimal untuk memulihkan ekonomi.
"Ini pembelajaran mahal. Saya kira belajarnya cukup satu setengah tahun. Satu setengah tahun ke depan dari 2021 ini sampai akhir 2022 kita punya kartu sakti (pelebaran) defisit (APBN) di atas 3 persen, ayo perbaiki," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: