"Namun rintisan kembali proses demokratisasi ini dinilai bagus," kata pengamat politik dan kebangsaan, M. Rizal Fadillah kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (16/6).
Hanya saja, lanjut Rizal Fadillah, saat terinformasikan bahwa konvensi akan dilaksanakan setelah Partai Nasdem memiliki mitra koalisi, maka hal ini menjadi kemunduran dari gagasan yang bagus ini.
Dia memperdiksi akan ada tiga masalah yang muncul.
Pertama, apakah gagasan ini sejalan dengan partai-partai mitra koalisi.
"Sulit membangun kebersamaan untuk proses yang berbau "demokratisasi" pada sistem kepartaian yang elitis dan pragmatis," ujar Rizal Fadillah mengingatkan.
Kedua, persoalan berat jika partai mitra koalisi telah memiliki tawaran kandidat yang hanya bisa didiskusikan di internal mitra koalisi, tidak untuk dilempar ke publik.
Ketiga, rata-rata partai politik menjadikan ketua umumnya sebagai kandidat capres.
Kelak mayoritas partai pemilik kursi di DPR mungkin akan melempar ketumnya untuk menjadi capres. Minimal sebagai "bargaining position" untuk banyak hal.
"Mungkin juga akhirnya Partai Nasdem terbawa arus ini pula," kata Rizal Fadillah.
Jelas dia, konvensi bersama dengan mitra koalisi adalah sia-sia. Bagus di teori jelek dalam praktik.
"Bisa jadi sia-sia. Prediksinya tidak akan ada mitra koalisi satu partai pun," terang Rizal Fadillah.
Dia memberi saran, sebaiknya Partai Nasdem melakukan konvensi sendiri saja.
"Nanti hasil konvensi figur terpilih ditawarkan ke mitra koalisi. Ini lebih rasional ketimbang konvensi bersama dengan mitra koalisi. Jadi konvensi dulu baru berkoalisi," ucap Rizal Fadillah.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: