Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jokowi Tidak Mau PPKM Dipertentangkan Lockdown, Padahal Keduanya Sama-sama Butuh Duit Dari Realokasi Anggaran

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Rabu, 23 Juni 2021, 18:46 WIB
Jokowi Tidak Mau PPKM Dipertentangkan Lockdown, Padahal Keduanya Sama-sama Butuh Duit Dari Realokasi Anggaran
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad/Net
rmol news logo Keputusan pemerintah Indonesia memilih Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala Mikro sudah bulat.

Pasalnya, Presiden Joko Widodo sore tadi telah menegaskan bahwa PPKM Mikro menjadi solusi tepat dalam mengendalikan penyebaran virus Covid-19 di dalam negeri.

Bahkan, Kepala Negara yang kerap disapa Jokowi ini meminta agar PPKM Mikro ini tidak dipertentangkan dengan bentuk kebijakan penanganan Covid-19 lainnya, seperti penguncian atau lockdown.

Menurutnya, PPKM Mikro secara esensi sama saja dengan lockdown, karena dalam implementasinya fokus pada pendisiplinan penerapan protokol kesehatan oleh masyarakat.

Selain itu, alasan lainnya yang diungkapkan Jokowi memilih PPKM Mikro adalah karena cara ini dianggap tidak mematikan ekonomi masyarakat.

Jika menurut Jokowi demikian. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad justru melihat satu kesamaan lainnya dalam penerapan kebijakan pengendalian Covid-19 di Indonesia, baik yang dipilih PPKM Mikro maupun lockdown.

Tauhid melihat satu kesamaan antara dua pilihan kebijakan tersebut melalui kacamata ilmu ekonomi. Di mana, baik PPKM Mikro ataupun lockdown, pemerintah mesti menyediakan duit yang cukup.

Sebagai contoh, Tauhid melihat dalam upaya pengetatan PPKM Mikro yang diputuskan pemerintah, dikalkulasi, dana yang dikeluarkan pemerintah akan lebih banyak, karena dalam implementasinya akan menambah jumlah personel pengawasan di lapangan.

"Itu kan butuh orang untuk pengawasan dan sebagainya, kalau anggarannya enggak ada ya gimana mau efektif dilakukan. Susah lah," ujar Tauhid kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (23/6)

"Termasuk untuk penyadaran (protokol kesehatan), kampanye dan sebagainya. Itu butuh duit," sambungnya.

Di sisi yang lain, jika pun lockdown yang dipilih oleh pemerintah, maka sudah barang tentu anggaran yang dibutuhkan bisa lebih besar dari PPKM Mikro.

Karena dalam UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan dasar atau pokok seluruh masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali.

"Otomatis kalau itu (lockdown) dilakukan, pemerintah harus melakukan penghitungan ulang (anggaran)," terang Tauhid.

Namun yang menjadi titik kesamaan dalam penerapan PPKM Mikro dan lockdown, disebutkan Tauhid, adalah memerlukan uang dari realokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dengan realokasi anggaran, Tauhid meyakini apapun kebijakannya bisa dilaksanakan efektif dalam mengendalikan sebaran virus Covid-19. Namun jika itu tidak dilakukan, maka virus Corona jenis baru ini akan terus mewabah di dalam negeri.

"Itu butuh dari realokasi anggaran yang sudah ada. Atau diprediksi tidak berjalan normal (pengendalian virusnya), atau pengadaan barang dan jasa ditunda atau dibatalkan semantara ini. Ya kalau begitu mau enggak mau lah orang sekarang tidak bisa cepat kembali ke visi normal, kalau Covid-nya masih tinggi. Kita ini sangat rentan," tegasnya.

Maka dari itu, Tauhid mengusulkan pemerintah untuk segera melakukan realokasi anggaran yang tidak begitu mendesak, agar bisa dipakai untuk kepentingan penanganan Covid-19.

"PSN (proyek strategis nasional) yang di realokasi, ditunda yang tidak penting. Saya kira itu mau enggak mau harus dilakukan. Ini kita prosesnya kembali ke awal. Bahwa kesehatan harusnya prioritas. Artinya realokasi benar untuk mendukung (penanganan pandemi)," demikian Tahid Ahmad. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA