Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bupati Halmahera Tengah Gugat "Jakarta" Karena Terjadi Ketimpangan Otoritas Dalam Mengelola SDA

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 23 Juni 2021, 22:42 WIB
Bupati Halmahera Tengah Gugat "Jakarta" Karena Terjadi Ketimpangan Otoritas Dalam Mengelola SDA
Bupati Halmahera Tengah, Edi Langkara, saat menjadi narasumber di acara diskusi bertajuk "Tambang untuk Kesejahteraan Rakyat" yang diselenggarakan oleh Warna Institute, Rabu, 23 Juni/RMOL
rmol news logo Terjadi ketimpangan otoritas di pemerintahan pusat dengan pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya alam (SDA) untuk mensejahterakan rakyat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal itu disampaikan langsung oleh Bupati Halmahera Tengah, Edi Langkara, saat menjadi narasumber di acara diskusi bertajuk "Tambang untuk Kesejahteraan Rakyat" yang diselenggarakan oleh Warna Institute, Rabu (23/6).

Menurut Edi, para pejabat negara di daerah mempunyai harapan besar dengan adanya UU 32/2004 tentang Otonomi Daerah. Akan tetapi, harapan itu hilang karena semua regulasi dan otoritas saat ini ada di Jakarta.

Jakarta yang dimaksud Edi adalah pemerintah pusat atau Istana Negara.

"Jadi, saya berfikir para pemikir di Ibukota negara, ini harus sekali lagi melakukan satu ikhtiar politik ketika kewenangan-kewenangan daerah ini tergerus kembali ke Jakarta," ujar Edi.

"Urusan perizinan tambang, urusan segala macam daerah gak ada lagi. Provinsi dan yang lain gak ada lagi, semua kan (karena) ada UU yang kemarin itu, UU Cipta Kerja," sambungnya.

Untuk mengembalikan hak pengurusan izin tambang ke daerah, Edi mengaku sudah mengirim surat ke pemerintah pusat yang ditujukan kepada Menteri ESDM dan Menteri Investasi.

Dalam surat itu ia meminta kepada dua kementerian itu untuk meninjau kembali atas penguasaan lahan yang tidak digarap. Sebab, ada penguasaan lahan yang tidak digarap dan tidak berdampak secara ekonomi kepada daerah selama lebih dari puluhan tahun.
 
 "Bayangkan saja, bagaimana mau tender kawasan tambang, daerah tidak memiliki kekuatan untuk menguasai. Semua para pemodal yang menguasai. Dalam UU kan mengatur, bahwa daerah diberikan ruang untuk berusaha. Dan ada opsi UU itu kemudian membentuk Badan Usaha Milik Daerah, tetapi gak ada kewenangan untuk menguasai dan mengurus daerahnya," jelas Edi

Edi berharap pemerintah pusat untuk memikirkan kembali agar daerah kembali mempunyai kewenangan untuk membangun kesetaraan dan kesejahteraan rakyat dalam mengelola SDA.

Karena menurutnya, Bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Namun menurut Edi, makna dari frasa tersebut harus diterjemahkan ke dalam satu jawaban dari pertanyaan; di mana negara yang dimaksud negara itu? Apakah di Jakarta (pusat) saja atau termasuk di daerah juga?

"Segala hal Ikhwal yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dikelola oleh negara itu negara yang mana? Itu menurut saya pada waktu gerakan perubahan orde lama ke reformasi, salah satu tujuan kita itu," terang Edi.

Lebih lanjut Edi, memaparkan isi UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Melalui regulasi tersebut ia menegaskan bahwa kepala daerah baik Bupati, Walikota atau Gubernur adalah pejabat negara di daerah. Sehingga dalam pandangannya, mereka mempunyai fungsi untuk mengawal regulasi kebijakan pemerintah pusat ataupun diberikan ruang untuk membuat kebijakan.

"Jadi negara itu ada di Jakarta dalam asumsi dan pandangan saya ada di Jakarta dan ada di daerah. Nah kalau begitu, maka harus ada distribution of power. Otoritas ini harus dilakukan diberikan juga. Kalau tidak, kita hanya pengawal bagi pemilik modal," tutur Edi.

Dalam akhir penyampaiannya, Edi menegaskan bahwa dirinya menggugat pemerintah pusat dalam hal pengelolaan SDA. Sebab, dalam implementasi kebijakan tambang saja pemerintah pusat melalui kementerian terkait membuat ketimpangan bagi kesejahteraan daerah.

"Dalam perspektif itu, kita tercabik-cabik otoritas untuk mengelola sumber daya alam. Jadi ada distorsi di sini. Apa yang kita lakukan untuk mendapatkan? Enggak ada. Ada regulasi juga mengatur bahwa negara daerah membangun institusi usaha," ungkapnya.

"Kita punya perusahaan daerah, enggak bisa kelola. Karena tender saja, bagaimana menghadapi para singa-singa di Jakarta, kita ini kelinci. Jadi kita menghadapi para singa di Jakarta. Enggak mungkin kita sebagai pemenang di sana dalam urusan usaha daerah," tutup Edi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA