Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Anis Byarwati: Selama Ini Perhitungan Utang Hanya Terhadap PDB, Utang BUMN Tidak Dimasukkan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Kamis, 24 Juni 2021, 11:52 WIB
Anis Byarwati: Selama Ini Perhitungan Utang Hanya Terhadap PDB, Utang BUMN Tidak Dimasukkan
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati/Net
rmol news logo Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan kekhawatiran Indonesia tidak mampu membayar utang luar negeri yang semakin menumpuk.

Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati mengatakan, persoalan utama utang di Indonesia ini lebih kepada bagaimana agar penerimaan negara lebih dipacu dibanding utang.

"Yang terjadi saat ini, utang tumbuh lebih tinggi baik dibandingkan terhadap penerimaan negara maupun dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, sehingga Indonesia semakin terjebak dalam utang," ucap Anis Byarwati kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (24/6).

Legislator dari Fraksi PKS itu mengurai realitanya porsi utang dalam valas menurun menjadi 33 persen dari total utang pemerintah.

"Akan tetapi nilai rupiah yang cenderung terdeprisiasi menyebabkan utang kita semakin riskan baik dalam hal cicilan pokok maupun bunganya," imbuhnya melanjutkan.

Anis Byarwati meminta agar masyarakat mengkaji lebih dalam, bahwa rasio utang terhadap PDB harus benar-benar mencerminkan kondisi riil.

"Selama ini perhitungan tersebut hanya utang pemerintah pusat terhadap PDB, sedangkan utang BUMN itu tidak dimasukan. Praktik di negara-negara lain utang BUMN termasuk dalam kalkulasi rasio tersebut," katanya.

"Sejalan dengan itu perlu diklarifikasi, apakah perhitungan rasio utang pemerintah Indonesia terhadap PDB sudah apple to apple dengan perhitungan di negara lain? Tidak masuknya utang BUMN menyebabkan rasion di Indonesia menjadi cukup rendah," tambah Anis Byarwati.

Untuk rasio utang terhadap ekspor yang sudah mencapai 209 persen, dia mengatakan rasio utang ini semakin mengkhawatirkan karena ekspor Indonesia menghadapi tantangan penolakan dari negara-negara lain.

"Karena alasan lingkungan. Ekspor yang ditolak di negara lain itu seperti CPO dan Batubara," ucap Anis Byarwati. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA