Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Semrawut Penanganan Covid-19, Demokrat ke Pemerintah: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab Dong!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Selasa, 06 Juli 2021, 21:38 WIB
Semrawut Penanganan Covid-19, Demokrat ke Pemerintah: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab Dong<i>!</i>
Anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD) di DPR, Sartono Hutomo/Net
rmol news logo Penerapan kebijakan pembatasan mobilitas orang oleh pemerintah menimbulkan sejumlah permasalahan.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kebijakan itu adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali yang ditetapkan pemerintah berjalan sejak 3 Juli hingga 20 Juli mendatang.

Sebab persoalan dari kebijakan itu, salah satunya di tengarai protes dari publik atas kejadian yang belum lama ini terekam. Yaitu, masuknya 20 Warga Negara Asing asal China ke Indonesia.

Kejadian tersebut dianggap bertolak belakang dengan PPKM Darurat yang diberlakukan bagi masyarakat dan stakeholder terkait yang berada di Pulau Jawa dan Bali. Sehingga, pemerintah dicap tidak adil.

Di sisi yang lain, lonjakan kasus Covid-19 yang terus bertambah tinggi setiap harinya menuntut pelayanan kesehatan tetap bisa terlaksana dengan baik. Namun pada faktanya, ruang isolasi pasien positif mulai terbatas, dan fasilitas kesehatan seperti oksigen dan juga obat-obatan untuk Covid-19 mendadak naik harganya.

Semrawut masalah penanganan Covid-19 tersebut juga disoroti Fraksi Partai Demokrat (FPD) di DPR, khususnya oleh Sartono Hutomo selaku legislator dari dapil Jawa Timur VII.

"Terkait kasus masuknya TKA China di Sulawesi Selatan, lembaga-lembaga pemerintahan terkait malah saling lempar dan bukannya cepat merespons agar rakyat tenang dan paham," ujar Sartono dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (6/7).

Menurutnya, penjelasan yang muncul terakhir terkait permasalahan tersebut membingungkan masyarakat. Karena, Kementerian Perhubungan di satu sisi menyebut persoalan menutup gerbang internasional bukan kewenangannya.

Sementara di sisin lain, Kementerian Luar Negeri mengaku tidak dapat mengambil kebijakan secara langsung terkait penutupan perbatasan wilayah negara.

"Kalau seperti ini terus, saling lempar tanggung jawab, bagaimana kita menjamin atau mencegah mutasi varian Covid-19 lainnya ke Tanah Air? Sekarang saja sudah mengerikan," ungkapnya.

Fraksi Partai Demokrat, kata Sartono, meminta Kemenlu segera berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Kemenkes, Kemenhub dan Gugus Tugas Covid-19 terkait hal ini, apabila keputusan tidak bisa diambil sepihak.

"Tutup dulu dong pintu-pintu kedatangan internasional, agar kemungkinan buruk masuknya virus varian baru dapat dihindari," imbuh dia.

Selain itu, Fraksi Partai Demokrat juga menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan perlu mengambil langkah baru untuk mempercepat target imunitas komunal dengan penggunaan vaksin dosis tunggal yang memiliki efikasi lebih tinggi. Contohnya vaksin Johnson and Johnson.

"Kalau ada yang efikasinya tinggi, mengapa pakai yang rendah? Vaksin dosis tunggal dengan efikasi tinggi bisa menjadi alternatif agar lebih efisien baik dari aspek sumber daya, maupun waktu. Tujuannya agar kita lebih cepat mencapai target imunitas komunal," pinta Sartono.

Sartono menegaskan, percepatan vaksinasi mendesak di kondisi yang sudah darurat seperti sekarang ini. Sehingga ia melihat adanya kebutuhan untuk mempercepat langkah atau sebuah keputusan dari pemerintah yang bersifat extraordinary untuk menghadapi situasi ini.

Ditambah lagi, Sartono melihat adanya persoalan kelangkaan oksigen medis untuk pasien Covid-19.

Menurutnya, rasio peruntukan oksigen bagi keperluan medis dan industri pada kondisi normal 40 banding 60. Namun saat ini, rasio penggunaan oksigen menjadi 60 banding 40 antara kebutuhan medis dan kebutuhan industri.

"Info yang kami dapat, dan kita bisa juga lihat sendiri ya fenomenanya, peningkatan permintaan oksigen mencapai lima kali lipat dari kondisi normal. Ada antrean panjang di mana-mana untuk mendapatkan oksigen. Ini harus dilacak, di mana masalahnya," tuturnya.

"Jadi harusnya tidak sedemikian keteteran. Tapi faktanya, masyarakat kesulitan untuk mendapatkan oksigen medis,’’ pungkas Sartono. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA