Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menyoal Kebijakan Impor Vaksin Covid-19, PKS Pertanyakan Komitmen Pemerintah untuk Pengembangan Ristek

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Selasa, 03 Agustus 2021, 13:51 WIB
Menyoal Kebijakan Impor Vaksin Covid-19, PKS Pertanyakan Komitmen Pemerintah untuk Pengembangan Ristek
Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PKS, Mulyanto/Net
rmol news logo Sumber vaksin Covid-19 Indonesia yang di impor dari beberapa negara disoal Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PKS, Mulyanto, merasa heran dengan kebijakan pemerintah dalam penyediaan vaksin Covid-19.

Pasalnya, ia memandang Indonesia sebagai negara yang mampu memproduksi vaksin secara mandiri, karena memiliki banyak ahli virologi baik yang ada di dalam maupun luar negeri.

"Orang Indonesia itu pinter-pinter. Jadi tidak benar stigma yang mengatakan kita ini bangsa kuli, bangsa tempe. Nyatanya kita punya Begawan Teknologi Prof. Dr. BJ. Habibie," ujar Mulyanto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (3/8).

Politikus PKS ini melihat belum lama ini masyarakat dihebohkan berita tentang Indra Rudiansyah, yang merupakan serang peneliti Indonesia yang terlibat dalam penelitian vaksin AstraZeneca.

Selain Indra Rudiansyah, Mulyanto menyebut ada satu peneliti perempuan Indonesia yang turut tergabung dalam tim Jenner Institute yang mengembangkan vaksin AstraZeneca, yakni Carina Citra Dewi Joe.

Berbeda dengan Rudiansyah yang masih merampungkan Ph.D-nya, Mulyanto mengenal Carina sebagai seorang penerima beasiswa di Oxford University dan sudah selesai mendapat gelar Ph.D.
 
Dari dua sosok peneliti Indonesia tersebut, Mulyanto menilai kemampuan Indonesia dalam mengembangkan vaksin bisa terwujud, bahkan memproduksi sendiri vaksin AstraZeneca sehingga tidak harus impor dari negara lain.
 
"Vaksin seperti Astra Zeneca, tentu bisa kita buat kalau kita mau. Cuma ketimbang memproduksi, bangsa kita lebih senang mengimpor, dengan berbagai alasannya. Kita kurang menghargai produk dalam negeri," tukasnya.

Menurut Mulyanto, Riset dan Teknologi (Ristek) masih dianggap anak tiri di Indonesia, baik dari aspek anggaran, kelembagaan maupun dukungan ekosistem lainnya. Bahkan secara politik, ia melihat pemerintah seperti tidak punya kehendak bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi (iptek).
 
Atas dasar itu, Mulyanto menyebut bahwa tidak heran apabila Kementerian Riset dan Teknologi dibubarkan. Lalu lembaga riset prestisius seperti BATAN, LAPAN, BPPT dan LIPI dibubarkan dan unsur-unsurnya dilebur kedalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
 
"Politisasi Ristek terlalu kental. Rencananya BRIN akan memiliki Ketua Dewan Pengarah secara ex-officio dari dewan pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila)," katanya.
 
"Belum lagi dari aspek kebijakan. Tidak jelas mana lembaga perumus dan penetap kebijakan Ristek di Indonesia. Terjadi dualisme matahari kembar antara BRIN dan Kemendikbud-Ristek," imbuh doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology ini.

Lebih lanjut, Mulyanto meyakini jika Pemerintah komitmen untuk mengembangkan Ristek sebagaimana mestinya, banyak hal yang dapat dihasilkan. Termasuk pengadaan vaksin untuk penanggulangan Covid-19.

"Kalau kita sungguh-sungguh mengembangkan vaksin Merah Putih, tidak usah dipanggil pun Rudiansyah akan pulang, begitu juga Carina dan banyak ahli diaspora kita di I-4 (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional) yang bersedia pulang," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA