Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

UU Otsus Jilid 2 Jadi Harapan Besar Bagi Perbaikan Kehidupan Rakyat Papua

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Jumat, 06 Agustus 2021, 05:53 WIB
UU Otsus Jilid 2 Jadi Harapan Besar Bagi Perbaikan Kehidupan Rakyat Papua
Webinar Papua Kita/Repro
rmol news logo Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Otsus Papua) telah disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta pada 15 Juni 2021.

Setidaknya ada 20 poin perubahan dalam revisi UU Otsus Papua. Terdiri dari perubahan pada 18 pasal dan penambahan 2 pasal baru.

Dengan disahkannya UU Otsus Jilid 2 ini diharapkan mampu lebih mengakomodir perlunya pengaturan kekhususan Orang Asli Papua (OAP) dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan perekonomian, serta memberi dukungan bagi masyarakat adat.

Terkait perubahan UU Otsus Jilid 2 inilah Gerakan Indonesia Optimis  bekerjasama dengan Lembaga Kajian Nawacita melaksanakan Webinar bertema “Papua Kita; Outlook Pembangunan Papua Pasca Ditetapkan Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua”, Kamis (5/8).

Dalam sambutannya, Ketua Gerakan Indonesia Optimis, Ngasiman Djoyonegoro menyampaikan, ditetapkannya UU Otsus Papua Jilid 2 merupakan bagian dari komitmen pemerintah pusat dalam membangun Papua.

Dengan disyahkannya Otsus Jilid 2 yang di dalamnya sudah mempertimbangkan aspek-aspek sosio kultural Papua, Ngasiman yakin pembangunan Papua ke depan akan lebih baik. Apalagi Roadmap Pembangunan Papua merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Grand Design Pembangunan Indonesia dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

Webinar kali ini juga dihadiri oleh Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri, Komjen Paulus Waterpauw yang menjadi keynote speaker dalam acara tersebut.

Selain itu, turut hadir sebagai narasumber anggota Majelis Rakyat Papua sekaligus Ketua PWNU Papua, Dr Toni Wanggai; akademisi Universitas Indonesia, Dr. Margareta Hanita; Tokoh masyarakat Papua, Pdt Fredy.H.Toam; juga aktivis HAM dan Lingkungan, Ridha Saleh.

Acara yang dipandu oleh Faiz Zawahir Muntaha tersebut juga dihadiri oleh para penanggap yang sangat kompeten. Di antaranya Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, Letjen (purn) Ediwan Prabowo, H. Idrus Alhamid, dan pakar kebijakan publik Riant Nugroho.  

Menurut Paulus Waterpau, dengan ditetapkannya UU No 2/2021 adalah kado indah momentum kemerdekaan Indonesia. Perubahan-perubahan yang ada dalam UU Otsus jilid 2 telah mempertimbangkan keadilan dan perlindungan hak politik orang Papua.

Dengan demikian Otsus jilid 2 akan membawa dampak positif terhadap pembangunan Papua, peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua, serta keamanan dan ketahanan nasional. Kabaintelkam juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk sama-sama memerangi pandemi Covid-19 dan mensukseskan PON XX Papua.

Dalam penuturannya, Pendeta Fredy.H.Toam menilai selama ini ada stereotip bagi wilayah dan orang Papua. Stereotip tersebut memandang Papua adalah bagian belakang dan terbelakang di Indonesia.

"Harusnya hal ini diubah, kita harus memandang bahwa Papua adalah provinsi paling luar biasa yang merupakan pintu gerbang nusantara yang menghadap langsung ke Pasifik," ucap Fredy.

Fredi juga mengingatkan kepada orang-orang Papua supaya tidak boleh melupakan kehadiran orang luar Papua yang sudah menjadi bagian dari Papua. Menurutnya, penetapan Itsus Jilid 2 adalah anugerah Tuhan, karena dengan adanya hak otonom kepada daerah menjadikan orang Papua memiliki hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya. Sehingga pembangunan Papua bisa sesuai dengan cita-cita dan keinginan orang Papua.

Sementara itu, Margaretha Hanita berpendapat, afirmatif action dalam iklim politik Papua adalah hal yang sangat dipertimbangkan. Sehingga aspek adat, agama, dan hak asasi manusia adalah faktor yang menjadi pertimbangan utama dalam dalam menyusun UU Otsus Papua.

Dijelaskan Hanita, Otonomi Khusus merupakan bentuk akomodasi politik identitas di negara yang multikultural seperti di Indonesia, khususnya di Papua.

Hanita menyampaikan pesan yang diterimanya ketika melakukan penelitian di Papua dari para tokoh dan narasumber yang dia wawancarai, bahwa “Sangat mudah bagi orang Papua untuk menjadi bagian dari Indonesia, tapi maukah orang Indonesia menjadi Papua?”

Oleh sebab itu, Hanita mengajak kepada para peserta yang hadir untuk menjadikan Papua menjadi bagian dari diri setiap orang. Karena Papua adalah kita.

Selanjutnya, Dr Tony Wanggai selaku Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Papua sekaligus anggota Majelis Rakyat Papua berpendapat, dengan disahkannya UU Otsus Papua jilid 2 menjadikan Orang Asli Papua (OAP) dari setiap Wilayah Adat akan semakin terwakili dalam proses politik lokal di Daerah (DPR Kab/Kota).

Lalu dengan adanya dana Otsus semakin tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan OAP. Toni Wanggai juga berpendapat, dengan adanya Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua sebagai sebuah peta jalan (roadmap) dari wajah Papua 20 tahun ke depan menjadikan pembangunan Papua akan semakin terkordinasi dan terarah.

Selain itu, Penataan Daerah (pemekaran Provinsi) di Papua akan mendorong pemerataan pembangunan, sehingga tidak Jayapurasentris, namun menjadi Papua-sentris yang merata. Dalam proses pemekaran wilayah administrasi pemerintahan harus juga mempertimbangkan aspek kearifan lokal dan wilayah adat yang ada di Papua.

Dalam acara webinar tersebut, Ridha Saleh atau yang akrab dipanggil Edang memberikan catatan dan pandangan dari perspektif HAM dan Lingkungan. Dari kacamata HAM, di Papua terdapat permasalahan HAM masa lalu, permasalahan HAM masa sekarang, dan permasalahan masa depan.
"Apakah Otsus Jilid 2 bisa meng-cover permasalahan itu?" tanya Ridha Saleh.

Ridha juga mengingatkan bahwa pembangunan di Provinsi Papua harus mempertimbangkan aspek HAM dan lingkungan. Jangan hanya mempertimbangan aspek ekonomi dan dari sudut pandang investor saja, karena orang Papua selalu bersatu dan sangat tergantung dengan alamnya.
 
Kemudian, Rektor IAIN Papua, Idrus Alhamid, juga menyampaikan bahwa pembangunan di Papua akan diangggap gagal kalau hanya menggunakan pendekatan ekonomi saja.

Oleh sebab itu, pembangunan di Papua juga harus mempertimbangkan pendekatan budaya serta melibatkan kalangan akademik dan adat.

Pembangunan Papua juga harus mempertimbangkan pendekatan agama. Kesejahteraan para pemuka agama juga harus dipertimbangkan, contohnya para pendeta yang ada di Papua melakukan pembinaan dan pelayanan ke daerah-daerah tidak hanya melakukan pelayanan keagamaan melainkan juga melakukan pembinaan terhadap komitmen kebangsaan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA