Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Meutya Hafid: Penguatan Literasi Keagamaan Diperlukan untuk Tangkal Radikalisme di Ruang Digital

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Rabu, 11 Agustus 2021, 20:50 WIB
Meutya Hafid: Penguatan Literasi Keagamaan Diperlukan untuk Tangkal Radikalisme di Ruang Digital
Ketua Komisi I DPR, Metya Hafid/Net
rmol news logo Internet sebagai media dakwah merupakan adalah dua sisi mata uang, menjadi kesempatan sekaligus tantangan untuk mengembangkan dan memperluas cakrawala dakwah Islamiyah.

Konten keagamaan di era pandemi, diharapkan dapat berperan sebagai penyaring umat dari segala hoax, fitnah atau berita palsu.

Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid mengatakan, berdakwah adalah sebuah keharusan bagi ulama atau kiai dengan materi-materi yang relevan dan up to date dengan isu yang hangat di masyarakat.

Meski begitu, dikatakan Meutya, syiar keagamaan di ranah digital pada dasarnya telah memiliki aturan hukum yang sudah ada, seperti di UU Penyiaran, UU Pornografi dan UU tentang ITE.

"Di mana isi siaran atau konten yang dilarang adalah yang bersifat fitnah, hoax, menghasut, menpertentangkan SARA, sekaligus konten yang merendahkan nilai-nilai martabat agama dan manusia Indonesia," ujar Meutya dalam webinar bertajuk Media Dakwah di Era Digital yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (11/8).

Webinar via zoom ini digelar bertepatan dengan peringatan Tahun Baru Islam 1443 H. Acara diselenggarakan kerjasama DPR RI bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Legislator Partai Golkar itu mengatakan, pendakwah perlu beradaptasi di ruang digital untuk pemahaman literasi keagamaan dengan memperbanyak konten-konten digital beragama yang inklusif dan toleran.

"Literasi keagamaan diperlukan untuk tangkal radikalisme dan terorisme," katanya.

Meutya Hafid menilai, keterlibatan kalangan Islam moderat dalam pertarungan wacana di media sosial akan memberikan harapan bagi Islam di Indonesia.

Setidaknya dapat meminimalisir potensi radikalisme dan intoleransi terutama di kalangan anak-anak muda serta sekaligus mengembalikan benih-benih moderatisme dan inklusifisme beragama di Indonesia.

Di acara yang sama, Tenaga Ahli Menkominfo, Devie Rahmawati mengatakan, dakwah adalah bagian dari komunikasi umat. Namun, saat ini acap kali ruang-ruang digital banyak diisi dengan berita informasi hoax atau palsu.

"Jadi bukan salah dakwahnya, tapi karena memang ruang-ruang digital itu dimanfaatkan oleh semua orang baik yang berpikir positif maupun berpikir negatif untuk menyebarkan informasi atau hal-hal yang mereka anggap penting," kata Devie.

Sementara itu, dai sekaligus content creator, Husein Ja'far Al Hadar mengungkapkan, saat ini banyak orang yang mengisi dakwahnya melalui media sosial atau platform digital.

Ia menilai, banyak pendakwah yang secara dasar keagamaan sangat baik dan cakap, namun tidak cocok secara konteks misalnya saja soal materi konten yang tidak sesuai dengan usia pendengar dakwah.

"Sehingga apa yang disampaikan baik dan benar secara agama namun tidak sesuai dengan konteks, ia berisi tuntunan tapi tidak menarik secara tontonan," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA