Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Permintaan Jokowi Agar Harga Tes PCR Turun Sekadar Pernyataan Kalau Tidak Ada Tindak Lanjut dari Kemenkes

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Senin, 16 Agustus 2021, 13:59 WIB
Permintaan Jokowi Agar Harga Tes PCR Turun Sekadar Pernyataan Kalau Tidak Ada Tindak Lanjut dari Kemenkes
Anggota Komisi IX DPR RI, Intan Fauzi/Net
rmol news logo Harga tes PCR untuk mendeteksi Covid-19 yang mencapai Rp 900 ribu sesuai ketetapan Kementerian Kesehatan saat ini banyak dinilai terlalu tinggi. Bahkan lebih tinggi dibanding sejumlah negara tetangga.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo ingin harga tes PCR diturunkan menjadi Rp 450 ribu hingga Rp 550 ribu, serta hasil PCR dipercepat maksimal menjadi 1x24 jam.

Menanggapi usulan Presiden, anggota Komisi IX DPR RI, Intan Fauzi mengatakan, harga tes PCR memang sudah semestinya diturunkan, mengingat testing dan tracing sangat penting untuk menekan penularan Covid-19 di masyarakat.

"Menurut saya memang seharusnya biaya pemeriksaan murah, karena pandemi ini salah satu kuncinya adalah testing dan tracing. Alokasi Anggaran Pemerintah untuk Test dan Tracing sangat besar yaitu 9,9 Triliun untuk tahun 2021. Sehingga seharusnya test dan tracing kepada lingkaran pasien positif bisa dilakukan gratis. Apalagi bagi masyarakat yang mau melakukan test PCR mandiri, wajib diberlakukan tarif murah," kata Intan Fauzi kepada wartawan, Senin (16/8).

Intan pun mendorong agar pernyataan Presiden tersebut diaktualisasikan dalam bentuk aturan turunan yang jelas dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), bukan hanya Surat Edaran seperti Antigen yang lalu. Sebab, harga PCR yang terjangkau adalah kebutuhan mendesak di masyarakat.

"Arahan Presiden agar ada harga tertinggi untuk PCR maupun antigen harus dipercepat dengan menetapkan dalam peraturan sehingga mengikat. Biasanya terjadi kendala pelaksanaan di lapangan harga masih beragam dan tinggi karena tidak ada aturan yang jelas," beber legislator PAN ini.

"Saya meminta agar Pemerintah segera menindaklanjuti dan memberlakukan peraturan tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR Swab. Jika tidak, ini hanya sebatas pernyataan," sambungnya.

Intan pun mencontohkan harga tertinggi rapid tes antigen yang dimuat dalam SE Dirjen Pelayanan Kesehatan (Yankes) Kemenkes Nomor HK.02.02/1/4611/2020. Dalam SE tersebut ditetapkan batas harga tertinggi di Pulau Jawa Rp 250 ribu dan di luar Pulau Jawa Rp 270 ribu.

Namun, dalam pelaksanaannya di lapangan, pada awalnya aturan ini tak sepenuhnya terlaksana, padahal dalam prosesnya sudah melibatkan kajian BPKP dan diberlakukan sebagai aturan perjalanan.

"Harga ambang batas antigen dituangkan dalam SE Dirjen Yankes, sehingga pengawasan lemah," tutur Intan Fauzi.

Lebih lanjut, Komisi IX DPR sudah kerap mengingatkan Kemenkes soal rendahnya serapan anggaran diagnostik (pemeriksaan dan pelacakan), yang seharusnya bisa dilakukan maksimal.

Anggaran diagnostik Tahun 2021 tak sedikit, untuk testing Rp 9,3 triliun dan tracing Rp 0,6 triliun. Namun serapannya rendah. Data Per 29 Mei 2021 saja, realisasi anggaran testing dan tracing hanya Rp 152,11 miliar, atau hanya sekitar 2,5 persen.

"Anggaran besar, tapi realisasi atau serapan anggarannya selalu rendah. Tracing juga sangat tidak maksimal karena WHO mensyaratkan jika satu orang positif maka harus dilakukan pelacakan minimal 30 orang yang melakukan kontak erat,” demikian Intan Fauzi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA