Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Belum Ada Kondisi Mendesak untuk Buru-buru Bahas Amandemen UUD

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Jumat, 20 Agustus 2021, 07:25 WIB
Belum Ada Kondisi Mendesak untuk Buru-buru Bahas Amandemen UUD
Anggota DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf/Net
rmol news logo Belum ada kondisi mendesak atau urgensi mengamandemen konstitusi untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) di saat masyarakat masih menghadapi krisis kesehatan karena pandemi Covid-19.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Begitu tegas anggota DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf menanggpi isu amandemen yang kembali memanas usai Ketua MPR Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor, Jumat (13/8) silam.

Saat itu, Bamsoet mengaku bahwa Presiden Jokowi setuju ihwal rencana MPR melakukan amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak melebar ke persoalan lain.
 
Bukhori memandang memandang fungsi GBHN sebagai pedoman dalam tata laksana pembangunan nasional sebenarnya sudah terkompensasi dengan adanya Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang terakomodir dalam UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Atas alasan itu, dia menilai belum ada kondisi mendesak untuk menetapkan PPHN melalui TAP MPR.

“Lagipula, kedudukan GBHN saat ini sudah digantikan dengan adanya UU SPPN. Pun jika dipandang sudah usang, menurut hemat saya, cukup direvisi peraturan perundang-undangannya agar disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi aktual mengingat undang-undang ini sudah berusia hampir 2 dekade,” ujarnya kepada redaksi, Jumat (20/8).

Menurut politisi PKS ini, memaksakan agenda amandemen UUD 1945 dalam situasi pandemi akan menghalang partisipasi publik lantaran terbatasnya akses dan mobilitas publik dalam mengawal agenda krusial tersebut.

Di sisi lain, dirinya juga khawatir perubahan kelima UUD 1945 ini berpotensi menjadi bola liar dan melebar ke pembahasan lain yang tidak sejalan dengan kepentingan rakyat dan cita-cita reformasi.

“Sulit dipungkiri, publik menangkap rencana amandemen ini sebagai sinyal bahaya bagi demokrasi di tengah simpang siur soal wacana penambahan masa jabatan Presiden. Pasalnya, wacana ini seolah dipaksakan karena digulirkan di tengah situasi yang tidak tepat, sehingga wajar bila publik menaruh syak wasangka,” lanjutnya. 
 
Dengan demikian, sambungnya, apabila agenda ini tetap dipaksakan, dikhawatirkan akan muncul persepsi di tengah publik bahwa agenda amandemen ini menyimpan maksud terselubung yang menjadi hajat milik segelintir elit dimana tujuannya jauh dari kemaslahatan publik.
 
“Dan saya bisa menjamin, mayoritas masyarakat tidak akan menyetujui ihwal rencana amandemen ini lantaran tidak sejalan dengan prioritas mereka di masa pandemi,” tegasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA