Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jokowi Didesak Keluarkan Perpres Perlindungan Peternak

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Senin, 23 Agustus 2021, 23:02 WIB
Jokowi Didesak Keluarkan Perpres Perlindungan Peternak
Ilustrasi peternak ayam/Net
rmol news logo Peraturan Presiden (Perpres) yang dapat melindungi usaha peternak mandiri dari kebangkrutan diharapkan sejumlah organisasi peternak unggas mandiri segera diteken Presiden Joko Widodo.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Sekjen Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN), Kadma Wijaya mengatakan , Perpres Perlindungan Peternak Mandiri ini sangat mendesak. Tuntutan itu katanya, tak lepas dari kondisi para peternak mandiri yang terus mengalami kerugian setiap tahunnya.

Ia mencatat kerugian kerap dialami para peternak unggas mandiri sejak tahun 2019 lalu dan setiap tahunnya terus terjadi. Kadma Wijaya juga menyebut populasi peternak unggas mandiri semakin berkurang hingga menyisakan 20 persen dari populasi yang ada.

"Mereka terjerat hutang yang sangat besar hingga mengalami kebangkrutan. Banyak aset mereka disita, rumah disita kendaraan disita dan lain sebagainya,” Ujar Kadma dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/8).

Di sisi lain, lanjut Kadma, disaat para peternak mengalami kerugian bahkan kebangkrutan yang luar biasa, para perusahaan integrator malah mendulang untung yang sangat besar dari bisnis unggas hingga triliunan rupiah.

Kadma juga berharap adanya transparansi dari pemerintah dalam menghitung kebutuhan bibit secara nasional, dan harus melibatkan para peternak karena selama ini peternak tidak dilibatkan dengan alasan beragam kepentingan.

"Selain itu, terdapat kelemahan pengawasan dan eksekusi. Terjadinya pelanggaran yang dilakukan integrator itu tidak pernah ada sangsi sehingga dianggap biasa saja, jadi saya berharap jika pemerintah membuat aturan tolong ditaati," harapnya.

Kadma menyebutkan, dalam UU 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan terdapat beberapa pasal yang menyebut tentang perlunya Perpres Perlindungan Peternak, misalnya pada Pasal 33 pada UU tersebut sangat jelas mengharuskan adanya Perpres tapi sampai sekarang belum ada Perpres.

"Itulah makanya sampai sekarang kami terus bergerak, kami terus bergerak bersama dengan para peternak lain dengan harapan Bapak Presiden mau mendengar kami, melihat kondisi kami dan berempati kepada kami”, jelas Kadma.

Sementara itu Sekjen Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Timur, M. Fathoni Mahmudi mengatakan, Perpres perlindungan peternak UMKM sangat perlu sekali karena Permentan sudah tidak ampuh dan sangat disepelekan Investor PMA dan pabrikan Integrator.

Penentuan import GPS dan sampai SE Cutting ternyata faktanya gagal memberikan keamanan dan kenyamanan bagi tumbuh dan berkembangnya peternak rakyat mandiri skala UMKM.

"Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang isinya sebetulnya lengkap tetapi secara implementasi jauh panggang dari api, karena secara substantif sanksinya hanya bersifat administratif bagi pelanggar (pabrikan integrator), sehingga mereka semakin semena-mena, mengumbar keserakahan yang berakibat matinya usaha peternak rakyat mandiri skala UMKM," tegasnya.

Fathoni menambahkan, akses terhadap DOC dan pakan juga semakin sulit. Kalau pun ada harganya sangat mahal sehingga membuat peternak rakyat mandiri skala UMKM rentan terhadap tingginya HPP.

"Sementara jaminan harga LB juga tidak muncul sekalipun sudah diterbitkannya harga acuan penjualan (Permendag No.7/2020)," imbuhnya.

Di sisi lain, SE Cutting diduga dijadikan alat politik perusahaan integrator untuk semakin menekan dan mematikan usaha peternak rakyat mandiri skala UMKM, dengan dalih Cutting, biaya dibebankan pada harga jual DOC dan secara besar-besaran integrator masuk ke kandang internal.

"Peredaran DOC di pasar eksternal semakin sedikit, sehingga harga DOC melambung sangat tinggi diatas harga acuan Permendag,” ujarnya.

Fathoni berharap agar Perpres tersebut nantinya mengatur segmentasi pasar dan skala usaha, sehingga jelas pabrikan jual DOC dan pakan. Kalaupun berbudidaya untuk diserap di RPHU internalnya sendiri, bukan di jual ke pasar becek.

"Baik orientasi ekspor baik cold chain maupun produk olahannya," harapnya.

Fathoni pun meminta agar Pemerintah mengembalikan budidaya dan pasar becek pada peternak rakyat mandiri skala UMKM, adanya jaminan peternak mandiri UMKM dapat akses pada sarana produksi peternakan seperti DOC dan pakan dalam jumlah dan harga yang wajar.

Adanya perlindungan dari praktek persaingan yang tidak sehat yang dapat mengganggu eksistensi peternak rakyat mandiri skala UMKM juga menjadi harapan para peternak unggas mandiri. Sebab, hal tersebut belum terjamin baik di UU 18/2007 maupun Permentan 32/2017, dan bahkan Permendag 7/2020.

"Untuk itulah perlu diterbitkannya Perpres Perlindungan Peternak Rakyat Mandiri skala UMKM sebagai solusi atas carut marutnya Tata kelola dan Tata Niaga perunggasan Nasional tersebut," tutur Fathoni.

Menanggapi carut marutnya tata kelola peternakan Unggas di Tanah Air, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar, Firman Subagyo menyebut masalah peternak unggas ini adalah masalah lama yang selalu muncul dan nyaris tidak pernah terselesaikan dari menteri pertanian lama ke menteri berikutnya.

"Artinya ini ada apa di pemerintah dalam hal ini kementan apakakah ada oknum yang bermain dengan pihak ke tiga para Importir Unggas? Ini yang harus ditelusuri lebih lanjut," ujar Firman Subagyo.

Firman juga mengatakan, jika ada peternak yang selalu demo artinya ada kebuntuan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Ia pun menyebut di masa pandemi seperti sekarang ini harus dijadikan kebangkitan petani peternak dan UKM.

"Dan ini harus diperhatikan Menteri Pertanian dan Bapak Presiden,” tegasnya.

Firman Subagyo juga setuju dengan tuntutan Para Peternak Rakyat Mandiri yang menghendaki adanya Perpres. Sebab menurutnya Perpres juga sebagai bentuk kehadiran negara dalam melindungi paa peternak apalagi di masa pandemi.

Ia pun menolak membandingkan kebijakan peternakan di era Presiden Soeharto dan sekarang, sebab tentu sudah berbeda dengan sekarang yang sudah ada WTO selaku wasit Perdagangan Internasional.

"Yang penting Pemerintah harus berpihak kepada produk unggas local dan menjamin ketersediaan pasokan dan harga," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA