Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Target Pertumbuhan 5,5 Persen adalah Kombinasi Gas dan Rem yang Tepat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Senin, 30 Agustus 2021, 13:31 WIB
Target Pertumbuhan 5,5 Persen adalah Kombinasi Gas dan Rem yang Tepat
Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan/Ist
rmol news logo Pertumbuhan ekonomi dalam rentang 5-5,5 persen (yoy) yang ditargetkan merupakan kombinasi gas dan rem.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Menurut anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, angka pertumbuhan tersebut sejatinya lebih rendah dari angka asumsi dasar pada Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022, sebesar 5,2-5,8 persen yang sebelumnya sudah disepakati dengan DPR RI pada 8 Juni 2021 lalu.

“Penurunan target pertumbuhan ekonomi itu bisa dimaklumi karena kondisi internal maupun global yang masih dihadapkan pada ketidakpastian yang tinggi,” kata Heri Gunawan kepada wartawan, Senin (30/8).

Ketidakpastian tersebut berkenaan dengan pandemi Covid-19 yang hingga kini masih mengkhawatirkan. Melonjaknya angka Covid-19 pada Juni hingga Agustus 2021 pun mendorong pemerintah menghitung ulang target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,0-5,5 persen.

"Angka tersebut cukup moderat sebagai hasil kombinasi rem dan gas yang tepat,” jelas Heri Gunawan yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Gerindra.

Selain mengubah target pertumbuhan ekonomi pada 2022, sebelumnya pemerintah juga merevisi target pertumbuhan ekonomi pada 2021, dari rentang 4,3-5,3 persen menjadi 3,7-4,5 persen.

“Sejatinya, pemulihan ekonomi sudah menunjukkan hasil yang positif. Capaian pada kuartal II/2021 sebesar 7,07 persen memiliki dua makna penting. Pertama, mengakhiri resesi. Kedua, ekonomi mampu tumbuh signifikan,” lanjut Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini.

Hergun melanjutkan, apalagi saat ini sedang terjadi tren perbaikan ekonomi di dunia. Selain Indonesia, negara-negara lain juga menikmati pertumbuhan tinggi. Di antaranya, Amerika Serikat tumbuh 12,2 persen, Kawasan Eropa 13,7 persen, China 7,9 persen, dan Jepang 7,5 persen.

Pertumbuhan ekonomi tinggi juga terjadi kawasan ASEAN, di antaranya Malaysia tumbuh 16,1 persen, Singapura 14,7 persen, Filipina 11,8 persen, Thailand 7,5 persen, dan Vietnam 6,61 persen.

“Namun, capaian pada kuartal II/2021 tersebut diprediksi tidak berlanjut pada kuartal III/2021 akibat dampak kebijakan PPKM Darurat/Level 4 yang diberlakukan sejak 3 Juli 2021, karena melonjaknya kasus positif corona,” tegas Hergun.

Diharapkan, pada akhir 2021 dapat diraih pertumbuhan kumulatif di atas 3 persen sebagai baseline untuk mewujudkan pertumbuhan lebih tinggi di 2022.

“Meskipun pemerintah telah menurunkan target pertumbuhan ekonomi 2022, namun sejumlah kalangan masih pesimis akan tercapaianya target tersebut. Untuk menjawab pesimisme tersebut, ada sejumlah langkah yang perlu dilakukan pemerintah,” tegas Hergun.

Ia menjelaskan, pemerintah perlu mempercepat pelaksanaan vaksinasi sebagai pertahanan terhadap Covid-19 yang sewaktu-waktu dapat melonjak lagi.

Pemerintah juga perlu meningkatkan serapan belanjanya. Seluruh kementerian/lembaga harus berkomitmen meningkatkan kinerja dan serapan anggaran. Percepatan belanja pemerintah akan menjadi penopang perekonomian di kuartal III dan IV 2021. Selain itu, program PEN harus bisa dieksekusi di atas 95%.

Ketiga, Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2021 yang mencapai 795,5 triliun harus menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah. Pemerintah perlu mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat serapan belanjanya serta tidak mengendapkan uangnya di perbankan.

Pemerintah juga harus mempercepat reformasi perpajakan. Tahun 2022 adalah tahun terakhir diperbolehkannya defisit di atas 3 persen. Setelah itu, pemerintah harus mampu menggenjot penerimaan perpajakan dan PNBP untuk membiayai APBN.

Sudah 12 tahun berturut-turut penerimaan perpajakan gagal memenuhi target yang ditetapkan. Reformasi perpajakan pertama-tama harus menyasar fondasi struktural. Perluasan basis obyek pajak sebagaimana yang tercantum dalam RUU KUP akan sia-sia jika strukturalnya belum direformasi.

Sektor UMKM juga perlu didorong menjadi salah satu pilar penguatan ekspor. Saat ini daya beli di dalam negeri belum sepenuhnya pulih. Padahal konsumsi rumah tangga memiliki porsi 57 persen terhadap pembentukan PDB.

"Terakhir, pemerintah perlu mengelola utang secara bijak dan penuh kehati-hatian. Posisi utang pemerintah per Juni 2021 berada di angka Rp 6.554,56 triliun. Banyaknya utang akan menjadi beban bagi APBN dan perekonomian," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA