Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakar: Supaya Tidak Jadi Prasangka Liar, Mahfud Harus Jelaskan Ucapannya untuk Siapa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 02 September 2021, 21:28 WIB
Pakar: Supaya Tidak Jadi Prasangka Liar, Mahfud Harus Jelaskan Ucapannya untuk Siapa
Pakar komunikasi politik, Emrus Sihombing/Net
rmol news logo Jangan salahkan masyarakat jika gagal menafsirkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, dengan benar soal pelengseran Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Mahfud MD mengatakan, pelengseran Gus Dur tidak sah dari sudut pandang hukum tata negara. Pernyataan ini disampaikan saat dia berbicara di acara Haul ke-12 Gus Dur yang disiarkan di kanal YouTube NU Channel Minggu lalu (22/8).

Publik pun menilai pernyataan Mahfud merupakan sindiran kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati yang ketika itu naik menjadi presiden menggantikan Gus Dur.

Alur berpikirnya, ketika Gus Dur dilengserkan dengan cara yang melanggar hukum tata negara di Indonesia, maka Megawati adalah hasil yang dilahirkan dari pelanggaran tersebut.

Menganalisis dugaan yang kadung berkembang di masyarakat itu, pakar komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan, publik tidak salah menduga seperti itu. Pasalnya, Mahfud memberikan pernyataan gantung, kepada siapa ucapannya itu dialamatkan.

"Disadari atau tidak oleh beliau, ucapan itu bisa mengarah ke sana (Megawati)," kata Emrus dalam perbincangan dengan Kantor Berita Politik RMOL, Kamis malam (2/9).

"Bisa tidak publik memaknai ke sana (Mahfud sindir Megawati)? Karena publik kan bebas memaknai simbol," sambungnya.

Untuk itu Emrus menyarankan Mahfud segera memberikan penjelasan secara utuh apa maksud ucapannya itu. Hal ini untuk menghindari prasangka yang terlalu liar.

"Memang dibutuhkan penjelasan di awal atau akhir statement, nah ini yang belum dilakukan Mahfud MD," pungkasnya.

Mahfud MD sebelumnya mengatakan, pelengseran paksa Gus Dur pada 2001 tidak sesuai dengan Ketetapan MPR No 3/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan-Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Lembaga-lembaga Tinggi Negara.

Mahfud menjelaskan, salah satu bunyi TAP MPR tersebut adalah penjatuhan Presiden dapat dilakukan apabila "benar-benar" melanggar haluan negara dengan diberi memorandum I, II, dan III. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA