Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani memandang, amandemen UUD 1945 mungkin saja dilakukan karena perlu diperlakukan sebagai
the living constitution.
Hanya menurutnya, amandemen UUD 1945 tidak bisa dilakukan jika tidak sesuai keperluannya dan atas kehendak masyarakat Indonesia.
"Yang tidak boleh adalah, proses amandemen itu dilakukan dan digunakan untuk kepentingan politik jangka pendek, apalagi kepentingan politik kelompok tertentu," ujar Arsul dalam diskusi Empat Pilar MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (6/9).
Arsul yang juga duduk sebagai Wakil Ketua MPR RI memastikan, sejauh ini pihaknya masih berhati-hati menyikapi wacana amandemen UUD 1945, yang sudah dilakukan sejak rekomendasi mengubah Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amandemen UUD 1945 diberikan pimpinan periode 2014-2019.
Kehati-hatian itu, dijelaskan Arsul, lantaran pada periode 2014-2019 lalu dinamika di MPR RI cukup tinggi tensinya. Di mana hal itu terlihat dari tujuh fraksi plus kelompok DPD yang menyetujui PPHN dengan payung hukum TAP MPR.
"Dan ada tiga fraksi menyetujui PPHN, namun dengan payung UU. MPR periode sekarangpun dan di tengah masyarakat ada perbedaan pendapat soal ini," demikian Arsul.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: