Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berkaca dari Empat Kali Pilkada, KPU Tak Melihat Tujuan Utama Sistem Keserentakan Tercapai

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Kamis, 09 September 2021, 01:18 WIB
Berkaca dari Empat Kali Pilkada, KPU Tak Melihat Tujuan Utama Sistem Keserentakan Tercapai
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Syari/Net
rmol news logo Sistem keserentakan di dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) sejak tahun 2015 silam belum memberikan hasil yang sesuai dengan tujuannya.

Hal itu dilihat Komisi Pemilihan Umum (KPU) di dalam pelaksanaan Pilkada Serentak selama empat kali berturut.

"Selama ini pilkada serentak 2015, 2017, 2018, 2020 yang tercapai adalah coblosan serentak," ujar Komisioner KPU, Hasyim Syari dalam keterangan tertulis yang diterima Kamis dini hari (9/9).

Namun, Hasyim Asyari tidak melihat tujuan utama dari sistem kerentakan pemilu, dalam hal ini Pilkada, terealisasi dengan baik.

"Pelantikan serentak tidak tercapai. Padahal tujuan pilkada serentak yang utama adalah keserentakan memulai masa jabatan," ungkapnya.

Sebagai contoh, Hasyim menjabarkan proses setelah pencoblosan hingga penetapan hasil Pilkada Serentak 2015 justru tidak langsung melantik pasangan calon terpilih. Tetapi dilakukan dengan menunggu masa pejabat yang lama berakir dalam rentang waktu Januari 2015 hingga Juni 2016.

Hal yang sama juga terjadi pada Pilkada Seretak Februari 2017. Di mana, pelantikan mengikuti masa berakhir jabatan gubernur, bupati atau wali kota lama yang berada dalam rentang waktu Juli sampai dengan bulan Desember tahun 2016.

Begitupun, lanjut Hasyim, dengan pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 atau bahkan 2020.

"Jadwal pelantikan patokannya adalah AMJ (akhir masa jabatan). Kalo melampaui AMJ diangkat Plt/Penjabat, imbuh Hasyim.

Penyebab dari masalah ini, diungkap Hasyim, adalah karena terdapat aturan di dalam UU 10/2016 tentang Pilkada yang memberikan waktu pelantikan dilakukan usai berakhirnya masa jabatan kepala daerah yang terkahir menjabat sebelum pemilihan.

"Pasal 201 UU 10/2016 itu jadi penyebabnya karena di situ terkesan sbg legitimasi ketidakserentakan pelantikan," bebernya.

Kendati begitu, Hasyim menyebutkan satu aturan di dalam UU Pilkada yang sebenarnya bisa digunakan untuk mencapai tujuan keserentakan memulai masa jabatan setelah pemilihan.

"Kalo baca ketentuan Pasal 164A (UU Pilkada) sebenarnya sudah ada desain keserentakan pelantikan. Yaitu dilaksanakan pada akhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil
Wali Kota periode sebelumnya yang paling akhir," demikian Hasim Asyari.

Adapun terkait bunyi aturan di dalam Pasal 164 A UU 10/2016 tentang Pilkada adalah sebagai berikut:

1. Pasal 164A UU 10/2016 ayat (1): Pelantikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 dan Pasal 164 dilaksanakan secara serentak.

2. Pasal 164A UU 10/2016 ayat (2): Pelantikan secara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada akhir masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil
Wali Kota periode sebelumnya yang paling akhir. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA