Begitu prediksi anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, dalam webinar bertajuk "Kesiapam Serta Antisipasi Penyelenggara Pada Pemilu dan Pilkada 2024, Skenario Pandemi Covid-19†pada Kamis (9/9).
Afif mencontohkan jumlah pelanggaran yang terjadi pada saat penyelenggaraan di tengah kondisi normal dan kondisi pandemi Covid-19. Yakni saat gelaran Pilkada 2018 di 171 wilayah yang mencatat terjadi sebanyak 947 pelanggaran. Sementara, pilkada 2020 dengan 270 titik pelaksanaan pelanggaran terjadi sekitar 3.576.
Kata dia, kemeriahan pesta demokrasi di tengah pandemi membawa pada satu jenis unsur pelanggaran administrasi. Terutama, soal pelanggaran protokol kesehatan.
"Gambarannya apa? Kalau kita tidak segera beradaptasi, maka potensi pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya prokes jika masih ada aturan terkait pandemi, itu yang paling diprediksi akan tinggi," kata Afifuddin.
Dijelaskan Afifuddin, sebagian besar pelanggaran terjadi karena banyak peserta yang melakukan metode kampanye dengan menggunakan cara-cara konvensional, seperti pertemuan tatap muka secara langsung.
"Gambaran kita, kalau pemilu itu pemilu DPR, wah ini luar biasa. Karena semua calon kan punya cara untuk mendekati para konstituen dan kalau caranya masih dipake cara dengan metode yang lama, paling potensi pelanggaran di metode atau pelanggaran administrasi soal prokes," terangnya.
"Nah ini yang menurut kami belum serius kita bahas dalam konteks desain 2024. Tentu sembari berdoa tidak terjadilah (pandemi berkepanjangan)," pungkasnya.
Hadir pembicara pada acara ini Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim, Direktur Politik Dalam Negeri Kemendagri Syarmadani, Komisioner KPU RI Viryan Aziz, dan Ketua Komite Independen Pemantau Pemiku Kota Bekasi Rofiudin.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: