Hal tersebut diutarakan oleh anggota Komisi VII DPR RI, Mukhtarudin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR bersama Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (15/9).
“Saya melihat persepsi kita sudah sama, bahwa persoalan industri farmasi ini sangat dibutuhkan di Indonesia, pandemi Covid-19 membuka mata bahwa industri farmasi kita masih sangat tertinggal," kata Mukhtarudin.
Selain UU tentang bahan kimia, politisi Golkar ini juga mendorong adanya forum khusus untuk membicarakan secara detail tentang peran Kemenperin RI sebagai regulator dalam rangka mendukung industri farmasi di Indonesia, termasuk industri kimia.
“Kita memang belum punya UU tentang bahan kimia. Aturan kita masih ada tumpang tindih dan tidak sinkron dengan regulasi internasional,†beber Mukhtarudin.
Setidaknya, ada beberapa pertimbangan di balik usulan pembuatan UU tentang bahan kimia. Pertama, Indonesia belum memiliki UU bahan kimia yang mengacu pada peraturan internasional. UU ini dinilai penting dalam rangka pengembangan industri kimia berkelanjutan.
Kedua, industri kimia kini nilai ekspornya mencapai 100 miliar dolar AS pertahun. Potensi ini bisa menjadi sektor andalan masa depan Indonesia.
Alasan ketiga, industri kimia Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN, sedangkan pembangunan industri kimia dunia maju pesat. Alasan lain, adanya faktor penghambat berkembangnya industri kimia karena ada kesimpangsiuran peraturan yang belum sesuai dengan aturan internasional.
"Kelima, pembangunan industri kimia seiring dengan teknologi Industri 4.0," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: