Peneliti Senior Institut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata mengatakan, moncernya elektabilitas kedua orang tersebut tidak mengagetkan publik. Sebab, keduanya merupakan mantan pasangan calon presiden dan wakil presiden, yang kini masuk ke kabinet.
"Otomatis nama dan keduanya akan sering disebut oleh media massa. Masuknya keduanya membuat nama dan wajah mereka seliweran di media massa," kata Dian.
Menurut anggota Tim Pakar Pemerintah UU Pemilu 7/2017 itu, apabila keduanya mampu mengkapitalisasi, maka bukan mustahil akan mendongkrak citra mereka sendiri.
Apalagi, jika kebijakan yang dibuat oleh keduanya sangat populis atau
going beyond bagi kepentingan negara dan bangsa, terutama dalam masa penanganan Covid-19 ini, maka bisa dipastikan media massa justru akan lebih memberikan narasi positif terhadap profiling keduanya.
"Tapi jika sebaliknya, banyak membuat kebijakan
blunder, aneh-aneh, ataupun tidak sejalan logika publik, maka media massa akan memberikan narasi negatif kepada keduanya. Tentu saja, ini akan berefek negatif kepada keduanya," jelas Dian.
Oleh karenanya, untuk menghadapi kontestasi di Pemilu 2024, Gerindra mesti memikirkan siapa yang layak dicalonkan. Mengusung Prabowo atau Sandiaga.
"Atau malah mencalonkan keduanya kembali seperti pada Pilpres 2019. Hanya saja, perlu dipertimbangkan soal besaran ceruk pemilih yang akan disasar. Pilpres 2014 dan 2019 bisa menjadi pelajaran berharga bagi Gerindra soal ini," terang Dian.
Namun, jika Gerindra mau melakukan
exercise politic, maka bisa saja dilakukan sejumlah hal. Di mana, hal tersebut pernah dilakukan oleh Partai Golkar dan Partai Demokrat.
"Jika memungkinkan dan ada ruang regulasi di AD/ART, keduanya bisa saja mengikuti ajang
beauty contest di internal Partai Gerindra. Caranya dengan melakukan pilihan raya. Atau bisa saja membuat konvensi di internal untuk keduanya," pungkas Dian.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: