Ia justru merasa akan lebih puas dengan film yang rencananya akan dirilis mendatang.
"Kalau dari segi kepuasan, barangkali kepuasan saya itu pada film yang akan datang ya, jadi bukan yang sekarang," kata Embi dikutip dari diskusi daring bertajuk "Komunisme Gaya Baru Di Zaman NOW", Sabtu (2/10).
Untuk film garapan sang kakak, Embi justru lebih menyukai film Djakarta 1966. Ada cerita tersendiri di balik pembuatan film tersebut. Embi menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa ada diskusi-diskusi yang membuat sebagian film itu hilang.
"Saya ingat pada suatu malam ketika sekitar jam 22.00 WIB atau jam 22.30 WIB, kita lagi kerja, lalu ada informasi, Pak Benny Moerdani (Panglima ABRI saat itu) akan datang untuk liat
release copy. Lalu kita siapin untuk presentasi. Setelah selesai, kemudian masuk ke Setneg, abis itu filmnya muncul tinggal separuh," tutunya bercerita.
Atas dasar itu, Embi melihat bahwa ada semacam trilogi yang menarik dari mulai Serangan Fajar, G30S/PKI, dan film Djakarta 1966.
"Itu sebetulnya menarik sebagai trilogi sejarah dalam perspektif Arifin C Noor yang melihat tokoh dari kacamata kreatif," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.