Bentuk dukungan inilah yang disepakati Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib, dan Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar. Kedua pihak sepakat untuk membentuk tim khusus pemantau pelaksanaan otsus.
Dalam pertemuan itu, juga hadir dari MRP Wakil Ketua I Yoel Luiz Mulait dan Wakil Ketua II Debora Mote. Sementara dari Aceh hadir Wakil Ketua Partai Aceh Kamaruddin Abubakar, Staf Wali Nanggroe Raviq, pengurus Partai Aceh Tgk Anwar Ramli, serta anggota DPR Aceh Tarmizi, Iskandar Al-Farlaki, dan Falevi Kirani.
“MoU tersebut akan ditindaklanjuti saat MRP berkunjung ke Aceh,†kata Jurubicara Partai Aceh, Nurzahri, dalam keterangan yang diterima
Kantor Berita RMOLAceh, Senin (4/10).
Dalam pertemuan itu, Wali Nanggroe juga menyampaikan bahwa Aceh mengalami ancaman sama seperti Papua. Bahkan saat ini, pihak-pihak di Aceh yang terkait dengan perdamaian belum menerima draf revisi Undang-Undang 11 Nomor 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Padahal, sambung Nurzahri, draf revisi tersebut harus dikonsultasikan dan mendapatkan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, seperti yang tertuang dalam UUPA.
Nurzahri mengatakan. pihaknya akan segera menyikapi rencana perubahan UUPA ini setelah mendapatkan draf tersebut.
Sejak 2002 hingga 2021, Pemerintah Indonesia mengalokasikan dana otonomi khusus untuk Papua dan Papua Barat lebih dari Rp 138 triliun. Sedangkan Aceh, sejak 2008 hingga saat ini menerima Rp 88,43 triliun.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: