Demikian disampaikan akademisi Universitas Muhammadiyah (Unmuha) Aceh, Taufik Abdul Rahim, kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Jumat (8/10).
Taufik menilai, saat ini banyak aturan turunan UUPA yang belum dibuat. Bahkan beberapa tuntutan adanya qanun serta aturan politik dengan kondisi Aceh dan kehidupan masyarakat juga belum terjawab.
"Bahkan sama sekali tidak ada, tidak berfungsi, meskipun sudah masuk lembaran daerah juga dalam prolegnas (program legislasi nasional)," kata Taufik.
Taufik menambahkan, UUPA sebagai turunan dari Perjanjian Damai Helsinki tidak lengkap. Bahkan undang-undang itu disusun mencontek nomenklatur dalam UU Keistimewaan Aceh.
Karena itu, Taufik menganggap UUPA perlu direvisi. Namun kali ini, penyusunannya harus mengedepankan posisi politik Aceh saat ini dan masa depan.
Sehingga butir-butir perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia benar-benar dilaksanakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Aceh.
Taufik juga mengingatkan agar revisi UUPA tidak sekadar mengubah pasal yang berhubungan dengan kekuasaan politik Aceh, yang selama ini justru banyak diabaikan. Revisi UUPA tidak berarti jika sekadar menyahuti kepentingan politik orang-orang yang terlibat dalam revisi.
"Revisi harus didasarkan pada kepentingan seluruh rakyat Aceh. Jika tidak, maka revisi itu sia-sia. Untuk apa revisi jika hanya menyenangkan hati orang-orang tertentu, kelompok serta partai politik tertentu saja," tutup Taufik.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: