Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jika Gagal Amandemen UUD 1945, Penulis Buku Man of Contradictions Ragu Jokowi Punya Kekuasaan Pasca 2024

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Senin, 11 Oktober 2021, 17:37 WIB
Jika Gagal Amandemen UUD 1945, Penulis Buku <i>Man of Contradictions</i> Ragu Jokowi Punya Kekuasaan Pasca 2024
Presiden Joko WidodoNet
rmol news logo Total sudah hampir genap 7 tahun Joko Widodo memimpin Indonesia sebagai Presiden. Keraguan banyak pihak dengan kemampuannya memimpin sudah banyak disampaikan.

Namun mendadak, ruang-ruang media sosial kembali mempertanyakan kepemimpinan Jokowi saat periode keduanya kini sedang berjalan setelah dilantik pada 20 Oktober 2020 silam.

Di Twitter, muncul trending topic Indonesia dengan tanda pagar (tagar) #JokowiBohongLagi, pada Senin (11/10).

Baru-baru ini memang Jokowi mengeluarkan kebijakan mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yakni menunjuk Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Komite proyek ini, sekaligus mengubah skema pembiayaan dari semula model bussines to bussines menjadi bersumber dari APBN.

Tapi yang menarik perhatian bukan itu. Akan tetapi muncul banyak artikel dari sejumlah media dan organisasi internasional mengenai kepemimpinan Jokowi di dalam trending Twitter #JokowiBohongLagi.

Dari sejumlah artikel yang diposting oleh pengguna Twitter, salah satunya dilansir oleh foreignpolicy.com berjudul "Has Joko Widodo’s Power Peaked in Indonesia?", atau jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah: "Apakah Kekuasaan Joko Widodo Memuncak di Indonesia?

Di awal artikel yang ditulis oleh Ben Blend, Director of the Southeast Asia program at the Lowy Institute pada 1 Oktober 2021, menceritakan pengalaman dirinya sebagai penulis buku Man of Contradictions saat duduk bersama Jokowi tidak lama setelah Jokowi terpilih sebagai presiden Indonesia pada tahun 2014.

"Membahas desas-desus bahwa partai-partai oposisi, yang saat itu memiliki mayoritas di parlemen, mungkin mencoba untuk memakzulkannya segera setelah ia menjabat. Jokowi, begitu ia dikenal, menertawakan gagasan itu, bersikeras bahwa meskipun ia baru dalam politik nasional, ia akan mampu membawa lawan-lawannya," tulis Ben Bland dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Senin sore (11/10).

Tapi kini, setelah 7 tahun berselang Ben Bland mengaku takjub dengan Jokowi, karena berhasil membawa masuk lawan politiknya pada Pemilu 2019 lalu ke dalam lingkaran kekuasaan. Mereka ialah Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno.

"Ke dalam kabinetnya, dengan Prabowo Subianto menjabat sebagai menteri pertahanan dan Sandiaga Uno sebagai menteri pariwisata," imbuh Ben Bland.

Tak cuma itu, Jokowi dianggap juga telah berhasil menciptakan dinasti politik, melalui kemenangan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo, dan juga menantunya, Bobby Nasution yang menang di Kota Medan sebagai Wali Kota.

Ditambah lagi, lanjut Ben Bland, keputusan Jokowi menarik PAN ke dalam koalisi pemerintahan pada Agustus 2021 lalu. Alhasil menurutnya, Jokowi kini menguasai 82 persen dari 575 kursi di DPR RI.

"Langkah itu telah menambah spekulasi bahwa para pendukung Jokowi sedang mencari perubahan konstitusional untuk memungkinkan dia mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga atau memperpanjang masa jabatannya yang ada," tutur Ben Bland sembari menjelaskan bantahan Jokowi mengenai penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.

Tapi di sisi lain, Ben Bland justru melihat gaya kepemimpinan Jokowi mulai berubah, menjadi sosok pemimpin yang semakin tidak punya kata kompromi.

Dia menyebutkan sejumlah contohnya. Yaitu, mulai dari pemberantasan korupsi oleh KPK yang tidak ada tebang pilih, hingga penindakan terhadap kritikus pemerintah yang semakin menjadi sasaran polisi dengan menggunakan serangkaian undang-undang ambigu, yang mengatur ujaran kebencian dan perilaku online.

"Dan, dikelilingi oleh pengawal praetorian mantan jenderal di kabinetnya," sambung Ben Bland.

Terlepas dari kekhawatiran publik akan kebebasan sipil, Ben Bland melihat Jokowi masih tetap populer di mata publik, khususnya dalam hal penanganan pandemi Covid-19. Tetapi dia juga mulai ikut bertanya-tanya, apakah kekuasaan Jokowi sudah selesai setelah 2024 nanti?

"Dua pertanyaan mendasar akan menentukan lintasan langsung Indonesia: Apakah kekuasaan Jokowi mencapai puncaknya? Dan, jika demikian, apa yang akan dia lakukan dengan kekuatan yang dia miliki sebelum benar-benar hilang?" ujarnya.

Bagi Ben Bland, pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan berbagai sudut pandang. Cuma baginya, sosok Jokowi sudah mampu memimpin Indonesia dengan baik. Hal itu dia lihat dari upaya mantan Wali Kota Solo ini menepati janji politiknya, baik mengenai insfrastruktur, maupun melakukan reformasi pro-bisnis yang berefek pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Meski begitu, Ben Bland menyoroti nasib sekitar 3 juta anak muda yang setiap tahunnya memasuki dunia kerja. Di mana menurutnya masih belum tertampung, sehingga harus lari ke sektor informal seperti pengemudi atau penjaja makanan yang jaminan kerjanya terbatas, ditambah kurang mendapat kesempatan mengikuti pelatihan.

Masalah ini semakin kompleks menurutnya saat pandemi Covid-19 masuk Indonesia. Bahkan, dia juga memprediksi Jokowi akan kesulitan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 7 persen.

Persoalan-persoalan inilah yang diperkirakan Ben Bland akan menjegat Jokowi untuk memelihara kekuasaannya menjelang tahun politik 2024. Apalagi katanya, jika rencana mengubah konstitusi UUD 1945 juga gagal dilakukan.

Maka yang bisa dilakukan Jokowi di tengah koalisi besarnya dengan berbagi kekuasaan berbagai pemimpin, partai, dan taipan hanya nampak kuat di atas kertas.

"Dalam praktiknya, ini berat karena sulit untuk menyelesaikan sesuatu ketika Anda harus memuaskan begitu banyak orang," tukas Ben Bland.

Dari situ, Ben Bland pun menilai Jokowi tidak bernasib sama dengan pendahulunya, Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang mungkin masih bisa memelihara kekuasaannya dalam posisi seperti Jokowi. Karena dia mengakui SBY punya kuda yang cukup perkasa, yaitu Partai Demokrat.

Oleh karena itu, Ben Bland menduga kapasitas Jokowi dalam kondisinya yang tidak memiliki partai politik adalah hanya akan berhubungan baik dengan sebanyak mungkin tokoh, tentunya yang berpotensi menjadi penggantinya kelak.

Upaya itu, kata Ben Bland, pun hanya dapat membantu memastikan karir Jokowi pasca pensiun, dan untuk melindungi nasib putra dan menantunya saat memulai karir politik mereka.

"Namun, itu tidak mungkin mengarah pada pemerintahan yang efektif," tuturnya.

Lebih lanjut, Ben Bland mengutip pernyataan Mantan Presiden Amerika Serikat, Lyndon B. Johnson, yang mengatakan: "Lebih baik membuat pembuat onar di dalam tenda mengencingi daripada di luar", untuk memberikan gambaran masalah dalam politik Indonesia kontemporer.

"Anda dapat membawa saingan politik Anda ke tenda Anda, tetapi Anda tidak mungkin berharap untuk mengontrol arah mereka buang air kecil, terutama ketika pemilihan akan datang," demikian Ben Bland. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA