"Dapat menciptakan distressed penilaiannya terhadap partai politik," kata pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah (Unmuha) Aceh, Taufiq Abdul Rahim, kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Rabu (13/10).
Taufiq menambahkan, kisruh dan kegaduhan yang dipertontonkan kepada masyarakat Aceh dari Partai Lokal (Parlok) yang tiada henti, tidak reda, dan tanpa kesudahan, semakin membuktikan politik hanya mencari keuntungan semata.
"Ini semakin mempertegas dan diyakini oleh masyarakat bahwa politik untuk mengejar dan mendapatkan kekuasaan," ujar Taufiq.
Menurut Taufiq, banyak harapan rakyat Aceh atas hadirnya parlok mampu menyelesaikan dan membela rakyat Aceh. Kehadiran parlok seharunya dapat menjawab persoalan yang ada.
Ironisnya, lanjut dia, politisi di Aceh dominan lebih mementingkan jabatan. Mereka telah mempertontonkan hal buruk dan berlandas etika.
Dengan demikian, Aceh hari ini tidak lebih dari panggung sandiwara kekuasaan politik yang saling diperebutkan serta diributkan oleh aktor serta elite politik Aceh. Kondisi tersebut membuat rakyat tidak akan percaya lagi dengan partai lokal. Karena tidak akan ada perbaikan dan perubahan.
Mereka hanya memikirkan dirinya sendiri, berebut kekuasaan dan jabatan rakyat hanya diperlukan pada saat Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
"Setelah itu perilaku politik tidak lebih seperi perilaku binatang buas," ujarnya.
Pandangan buruk terhadap partai lokal juga semakin melekat, karena tidak mampu membela rakyat dari berbagai persoalan.
"Sebenarnya kita berharap parlok ini bisa menjadi alternatif perbaikan kehidupan bagi masyarakat Aceh," tutup Taufiq.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.