Bagi Direktur Gerakan Perubahan Muslim Arbi, maraknya survei capres itu pertanda bahwa rakyat ingin cepat-cepat presiden diganti.
Keinginan itu bukan tanpa alasan. Sebab selama dua tahun Jokowi-Maruf, ekonomi tidak tumbuh dan masih tetap terpuruk. Sementara utang kian menumpuk.
Bahkan, pemerintah mau berutang lagi untuk membayar bunga utang. Untuk tahun depan saja, kata Muslim, pemerintah akan membayar bunga utang sebesar Rp 405 triliun.
"Ancaman kebangkrutan ekonomi semakin nyata. Pembangun infrastruktur digenjot, tapi tidak bantu pulihkan ekonomi. Ruas jalan tol dijual murah. MRT dan kereta skytrain ke Bandara juga tidak menguntungkan. Terakhir proyek KCJB, membebani APBN dan merugi Rp 27 triliun," ujar Muslim kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (20/10).
Menurut Muslim, hak tersebut menunjukkan bahwa semakin kacau dan semrawut proyek ambisius infrastruktur di rezim Jokowi.
Tak hanya itu, situasi perpolitikan dan demokrasi juga semakin mengarah ke sistem otoritarianisme. Pembungkaman pendapat terhadap mahasiswa pun semakin brutal serta suara-suara kritikan dibungkam dengan serangan balik dari Istana yang tidak beradab.
Bahkan kata Muslim, sistem komunikasi penguasa nihil nilai dan tidak elegan. Kritikan terhadap pejabat-pejabat negara dibalas dengan pelaporan ke kepolisian.
"Maka tidak heran survei capres bertebaran, meski 3 tahun lagi periode Jokowi-Maruf. Tapi nampaknya rakyat maunya ganti presiden segera. Bila perlu secepatnya. Itu pesan psikologis dari survei-survei capres itu," pungkas Muslim.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: