Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gatot Nurmantyo: Terjadi Ketidakadilan Ekonomi, Kebijakan Pemerintah Manjakan Orang Super Kaya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Rabu, 20 Oktober 2021, 19:55 WIB
Gatot Nurmantyo: Terjadi Ketidakadilan Ekonomi, Kebijakan Pemerintah Manjakan Orang Super Kaya
Presidium KAMI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo/Repro
rmol news logo Ironis, negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) seperti Indonesia, masih banyak rakyatnya yang miskin. Ini setidaknya terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2021 mencapai 27, 54 juta penduduk atau 10,14 persen populasi di Indonesia.

Lebih ironisnya lagi, di masa pandemi virus corona baru (Covid-19) justru harta kekayaan orang kaya dan super kaya di Indonesia mengalami peningkatan signifikan.

Hal itu menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah masih memanjakan Orang Kaya dan Super Kaya di Indonesia.

Demikian disampaikan Presidium KAMI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo saat menjadi pembicara kunci atau Keynote Speaker dalam diskusi daring bertajuk "7 Tahun Pemerintahan Jokowi: Ekonomi Meroket atau Nyungsep?" pada Rabu siang (20/10).

"Artinya, terjadi ketidakadilan pembangunan ekonomi di Indonesia," kata Gatot Nurmantyo.

"Mengapa demikian? Karena kehidupan ekonomi bangsa Indonesia semakin hari semakin memprihatinkan. Jauh dari harapan mayoritas bangsa Indonesia. Karena kalau kita lihat 50 persen lebih dianggap miskin. Ada sebagian kecil masyarakat Indonesia bisa menjadi sangat kaya raya. Sangat kontras sekali," imbuhnya menegaskan.

Mantan Panglima TNI ini mengungkapkan, jumlah rakyat miskin di Indonesia menurut data BPS pada Maret 2021 tercatat 27,54 juta penduduk atau setara 10,14 persen jumlah populasi.

Menurutnya, ini sangat luar biasa miris sekali dan perlu menjadi perhatian serius semua pihak.

"Tapi, ada yang lebih luar biasa lagi, pada Maret 2021 naik 1,1 juta jiwa penduduk miskin dibanding Maret 2020 karena danpak pandemi Covid-19," ungkapnya.

Di satu sisi, kata Gatot, memang benar bauwa pandemi dapat menurunkan pendapatan masyarakat, karena terjadi PHK di sejumlah perusahaan, kegiatan berhenti karena pembatasan sosial, sehingga membuat angka kemiskinan meningkat.

Tetapi di lain sisi, dan ini juga bisa menunjukkan bahwa kebijakan pandemi fiskal telah gagal menahan angka kemiskinan nasional.

"Mengapa demikian? Kegagalan kebijakan ini dapat dilihat dari jumlah penduduk kaya dan super kaya di Indonesia justru meningkat selama pandemi ini," katanya.

Menurut data lembaga keuangan Credit Suisse, jumlah penduduk dengan kekayaan bersih 1 juta USD atau lebih yang tercatat sebanyak 171.740 orang pada tahun 2020.
Jumlah ini meningkat 61,69 persen dari jumlah pada tahun 2019 yang sebanyak 106.215 orang.

Selain itu, orang Super Kaya di Indonesia dengan kekayaan tercatat lebih dari 100 juta USD pada tahun 2020 sebanyak 417 orang atau meningkat 22,29 persen dari jumlah tahun 2019.

"Tentu saja sangat kontras dan ironis. Ini menunjukkan kebijakan mengurus fiskal gagal berpihak pada masyarakat umum dan penduduk miskin. Tetapi lebih memanjakan orang kaya dan super kaya," pungkasnya.

Adapun, narasumber dalam diskusi daring ini antara lain Direktur Political Economy & Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, Chief Economist Institut Harkat Negeri Awalil Rizki dan Peneliti Indef Rusli Abdullah dan Inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Adhie Massardi.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA