Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Diingatkan P2T2, Sofyan Djalil dan Junimart Girsang Mending Sibuk Urusi Tanah Rakyat Ketimbang Bikin Gaduh

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Senin, 25 Oktober 2021, 02:41 WIB
Diingatkan P2T2, Sofyan Djalil dan Junimart Girsang Mending Sibuk Urusi Tanah Rakyat Ketimbang Bikin Gaduh
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang/RMOL
rmol news logo Pernyataan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang yang mendesak Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengundurkan diri makin panas karena respons masif dari Kementerian ATR/ BPN Teuku Taufiqulhadi. Hal ini disesali oleh banyak pihak, karena tidak memberikan solusi atas masalah-masalah yang ada dalam hal pertanahan.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

"Kami menyesalkan hiruk pikuk pertikaian silang pendapat itu. Sudah jadi gorengan politis di kala tuntutan reshuffle saat ini. Maka disarankan agar kedua pihak lebih baik menghabiskan energi untuk memperbaiki apa yang dikritik, lalu wujudkan dengan lugas bantahan kritik itu, ketimbang hanya berpolemik," ucap Direktur Eksekutif  Perkumpulan Penggarap Tanah Terlantar (P2T2), Arman Suleman, melalui keterangannya, Minggu (24/10).

Dipaparkan Arman, mafia tanah sudah ada sejak dahulu jauh, sebelum Sofyan Djalil menjabat Menteri ATR/BPN. Juga sebelum Junimart di DPR RI. Sekilas, permintaan Junimart agar Sofyan Djalil mundur terdengar seperti benar. Namun sesungguhnya keliru.

"Sofyan Djalil telah membuktikan ada mafia tanah di lingkup Kementerian ATR/BPN. Sofyan juga berani membentuk Satgas antimafia tanah di kementeriannya. Jadi dalam konteks mafia tanah kita lihat bahwa perilaku hitam ratusan anak buahnya diungkap oleh Sofyan Djalil dan diberi sanksi," jelas Arman.

"Kalau kemudian dari proses penghukuman terhadap para oknum di Kementerian ATR/BPN lalu dituduh bahwa sepertinya kementerian menjadi bagian dari mafia tanah, tentu itu adalah pemikiran yang jauh dari rasional. Sehingga jangan dorong Sofyan Djalil untuk mundur dari jabatan sebagai menteri karena alasan marak mafia tanah. Perlu dicermati secara benar dan adil terkait keberadaan mafia tanah tersebut," sambungnya.

P2T2 pun menyarankan kepada Junimart, seyogyanya jika mengkritik soal distribusi tanah sebaiknya beri solusi agar distribusi itu bisa disinergikan dengan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sehingga bisa maksimal diformulasikan antara distribusi tanah dengan PTSL.

PTSL ini kerap dilihat seperti bagi-bagi sertifikat semata, namun setelah kritik Junimart maka bisa saja Kementerian ATR/BPN memadukan distribusi tanah yang diorganisir Pemda untuk diusulkan ke BPN dari proses inventarisir Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi dilakukan pembagian tanah kepada rakyat dengan pensertifikasian melalui PTSL.

"Saran kami, ideal jika Sofyan Djalil bisa memformulasikan ide itu bersama Pemda supaya lahan-lahan eks HGU atau HGB langsung saja didistribusikan kepada masyarakat dengan sertifikasi melalui PTSL. Sebagai contoh untuk konflik HGU PTPN II di Sumatera Utara yang diupayakan banyak kelompok masyarakat agar dilepas/didistribusi ke warga. Salah satunya dilakukan oleh kelompok Cinta Tanah Sumatera (CTS)," paparnya.

Setelah diinventarisir oleh pemerintah Provinsi Sumut, seharusnya sebagian yakni 20 (dua puluh) persen HGU menjadi eks HGU yang langsung saja didistribusi kepada rakyat dengan PTSL.Jadi, program PTSL sesuai program Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa terpenuhi bersamaan dengan terwujudnya asas pemerataan pemerolehan tanah melalui pola distribusi dan atau redistribusi tanah," tambah Arman.

Terkait dengan masyarakat terdampak program PTSL seperti kerap ada kesalahan nama, ukuran dan luasan oleh petugas BPN dan rekanannya, P2T2 berpikir bahwa itu cenderung dipengaruhi PTSL mengejar target politik ketimbang target administratif.

Karena P2T2 menyarankan masalah itu diperbaiki dulu oleh Sofyan Djalil dengan tidak menjadikan PTSL bagian dari performa politik, namun dikedepankan menjadi performa kinerja.

"Jangan dituding rekanan kementerian ATR/BPN menghasilkan kinerja yang tidak sah sebab mereka gunakan APBN," timpalnya.

P2T2 pun melihat bahwa tanah yang diperpanjang dalam konteks HGU dan atau HGB ternyata menimbulkan efek ketidakadilan bagi masyarakat di sekitar area HGU/HGB. Namun hal itu juga terjadi karena DPR RI gagal mengawasinya.

"Coba DPR cek apakah proses perpanjangan HGU/HGB sudah dilakukan sesuai prosedur? Lihat HGU PTPN II, diduga kuat Pemda Kabupaten Deli Serdang tidak beri rekomendasi tapi HGU tetap saja diperpanjang. Lihat perpanjangan HGU/HGB di Jawa Barat. Kabarnya, syarat-syarat adninistratifnya tidak dipenuhi saat perpanjangan. Istilahnya perpanjangan HGU/HGB itu dikenal dilakukan dengan cara disalin" ulasnya.

"Lihat juga bagaimana Gubernur Sumut saat ini malah tidak maksimal melakukan inventarisir agar HGU itu bisa didistribusi. Lihat Gubernur Jabar dan Pemkab Bogor saat konflik distribusi dari HGU/HGB, bagaimana peran mereka? Kenapa Junimart tidak kritisi hal itu? Junimart benar terkait belum adil pemerolehan tanah negara untuk didapatkan rakyat secara perorangan, ketimbang pemerolehan terhadap perusahaan. Tetapi hal itu jangan total disalahkan kepada Sofyan Djalil. Harusnya Junimart bisa lebih bijaksana lagi," tegas Arman.

Belajar dari posisi Sofyan Djalil saat ini, P2T2 menilai masih ada kesempatan beberapa waktu ke depan agar bisa maksimal memperbaiki kondisi buruk itu. Posisi Sofyan Djalil sudah nyaris mengetahui seluruh mental model petinggi di kementerian ATR/BPN dan atau rekanan kementeriannya secara menyeluruh.

Jadi, hal yang dikritisi Junimart itu menurut Arman perlu untuk secara cepat diperbaiki oleh Sofyan Djalil. Menurut Arman, akan lebih mudah bagi Sofyan Djalil untuk menuntaskan persoalan yang diteriakkan Junimart itu ketimbang Presiden harus menunjuk orang yang baru. Nanti orang baru tentu juga akan mengalami kendala-kendala seperti kinerja Sofyan saat awal.

Arman pun berharao Junimart serta Komisi II DPR RI bisa maksimal mengawal program pemerintah. Karena Junimart menjadi bagian dari keberhasilan atau kegagalan tersebut.

"Kalau semata-mata hanya untuk mengganti Sofyan Djalil, maka prediksi kami bisa saja penggantinya malah lebih tidak mampu mengerjakan apa yang diharapkan oleh Junimart. Malah bisa jadi lebih cacat lagi kinerja kementerian itu. Kecuali penggantinya memang orang yang lebih mumpuni dari Sofyan Djalil di dunia pertanahan," terang Arman.

P2T2 pun meminta Junimart memberitahu kepada mereka, siapa saja orang yang berkaliber dalam bidang pertanahan yang bisa gantikan Sofyan Djalil. Setelah itu mereka mau sepakat untuk berdiskusi tentang mengganti orang.

Ditegaskan Arman, pola untuk menghilangkan ketidakbaikan seperti yang diharapkan oleh Junimar Girsang dengan cara menukar Sofyan menurut hematnya adalah tindakan yang tidak baik dan tidak bijaksana. Lebih baik memberikan kesempatan kepada Djalil dengan catatan harus membersihkan orang-orang yang merusak reputasi kinerja kementerian yang dipimpinnya.

"Idealnya jikalau semua pemangku kepentingan bersama-sama berupaya mendorong Komisi II agar terus mengawasi maksimalisasi kinerja Sofyan. Minimal untuk tahap awal mengawasi apa yang dikritik Junimart," demikian Arman Suleman. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA