Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pimpinan MPR: Secara Substantif, Pembentukan Permendikbud 30/2021 Kurang Tepat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Senin, 15 November 2021, 09:35 WIB
Pimpinan MPR: Secara Substantif, Pembentukan Permendikbud 30/2021 Kurang Tepat
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat/Net
rmol news logo Respons terhadap lahirnya Permendikbudristek 30/2021 cukup beragam dari kalangan masyarakat. Tak sedikit yang kontra terhadap permen yang dikeluarkan Menteri Nadiem Makarim tersebut. Pasalnya, peraturan menteri itu dinilai berisi aturan yang justru menghalalkan seks bebas di kalangan kampus.

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyampaikan bahwa secara filosofis kehadiran Permendikbudristek 30/2021 untuk melindungi warga negara dari segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual dalam rangka menjamin kepastian hukum dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi, sesuai dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Namun, secara substantif pembentukan Permendikbud 30/2021 untuk pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual kurang tepat, karena materi yang diatur termasuk dalam ranah HAM, yang seyogyanya diatur dalam level UU,” kata Lestari kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (15/11).

Menurutnya, kekerasan seksual adalah kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan (extra ordinary crime) yang seharusnya dikenakan sanksi pidana.

Kehadiran Permendikbud dinilai cukup baik dilihat dari kepekaan dalam merespon kondisi yang mendesak untuk memberikan perlindungan dan rasa aman setiap kegiatan civitas akademik, di tengah ancaman kekerasan seksual yang semakin hari semakin tinggi.

"Meski secara teknis ada kekhawatiran, jika materi HAM diatur dalam Peraturan Menteri tanpa delegasi dari UU, maka akan mendegradasi persitiwa hukum yang diatur,” imbuhnya.

Dia menambahkan aturan hukum dengan materi HAM seharusnya terkait dengan kejahatan dengan sanksi pidana yang diatur dalam UU. Sementara aspek sanksi dalam peraturan menteri di luar pidana atau bersifat administratif.

"Dalam rangka upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan korban kejahatan seksual yang bertambah banyak, sebaiknya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual segera ditetapkan, sehingga bisa menjadi payung hukum peraturan teknis dari Permendikbud ini,” tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA