Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bukan Permendikbudristek, Pelaku Kekerasan Seksual Hanya Bisa Dijerat dengan UU dan Perppu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Selasa, 16 November 2021, 20:57 WIB
Bukan Permendikbudristek, Pelaku Kekerasan Seksual Hanya Bisa Dijerat dengan UU dan Perppu
Wakil Dekan Hukum Unusia, Erfandi/RMOL
rmol news logo Rancangan Undang Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) telah berubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Saat ini sedang dibahas di Badan Legislasi DPR.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Perubahan itu disambut baik oleh pengamat hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Erfandi. RUU TPKS, kata Erfandi, perlu dikawal sampai disahkan.

Erfandi menjelaskan, fakta di lapangan banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi, khususnya pada perempuan, anak dan kaum rentan.

Atas dasar itu, pria yang juga Wakil Dekan Hukum Unusia itu berpandangan, muatan pembahasan dalam RUU TPKS seharusnya tidak hanya melindungi kaum perempuan.

Ia menyebutkan, RUU TPKS harus ramah terhadap anak dan kaum lemah, baik pria dan perempuan.

Terkait judul RUU TPKS, Erfandi mengatakan hal itu sudah tepat. Alasannya, kekerasan sudah otomatis masuk dalam tindakan pidana.

"Artinya mau ada kekerasan atau tidak selama itu mengandung pelecehan seksual baik itu kepada perempuan, anak ataupun laki-laki itu sudah masuk pada tindak pidana seksual," terang Erfandi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (16/11).

Selain itu, kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia itu mengusulkan, perlu diatur terkait perlindungan dan rehabilitasi terhadap korban dan pelaku di bawah umur.

Sebab, pengamatan Erfandi, banyak korban seksual yang malah mendapatkan stereotip buruk di masyarakat.

"Ini tentunya akan membuat korban semakin menderita sehingga pada titik ini negara melalui regulasi ini akan dapat berlaku dan memberikan perlindungan maksimum kepada korban," demikian pendapat Erfandi.

Erfandi juga mengatakan, dalam RUU TPKS juga perlu mengatur terkait kasus selain eksploitasi seksual dan pemaksaan seksual. Ia menyebutkan, tindakan zina juga harus dicantumkan.

Argumentasi usulan Erfandi, tindakan zina yang diatur dalam KUHP hanya mengatur pada mereka yang terikat perkawinan. Sedangkan, yang tidak terikat perkawinan belum bisa dijerat.

"Khusus delik zina dimasukkan dalam delik aduan yang diperluas. Ini mungkin hal baru, delik aduan yang diperluas makanya perlu aturan Lex spesialis dalam RUU TPKS," jelas pria asal Madura itu.

Terkait dengan kontroversi Permendikbudristek 30/2021, Erfandi berpandangan bahwa pengaturan kekerasan seksual setingkat Permendikbud menandakan seakan-akan pelecehan seksual tidak darurat dan hanya terjadi di lingkup kampus saja.

Dalam pandangan Erfandi, peraturan setingkat menteri tidak bisa mengatur sanksi pidana.

"Peraturan setingkat Permen tidak bisa mengatur sanksi pidana sehingga penting materi muatan yang berkaitan dengan kekerasan seksual diatur setingkat Perppu (Peraturan Pengganti Undang Undang) atau UU," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA