Menurut Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar, Roy Jinto, kenaikan UMP di Jabar tidak selaras dengan pertumbuhan ekonomi yang saat ini dalam kondisi baik.
Ia mencontohkan, pada kuartal II 2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kenaikan 7,07 persen. Kemudian pada kuartal III naik sebesar 3,51 persen.
"Ekonomi sedang baik tapi upah buruh ditekan supaya enggak naik di 11 daerah dan 16 lainnya, naik hanya 1,06 persen. Jadi itu sangat tidak baik dan kita menganggap bahwa pemerintah memang pro upah murah," ujar Roy, dikutip
Kantor Berita RMOLJabar, Senin (22/11).
Di samping itu, pihaknya juga menolak penetapan UMP maupun UMK yang didasari oleh formula yang terdapat dalam PP 36/2021 tentang Pengupahan dan UU Cipta Kerja (Ciptaker).
"Kami menganggap PP 36/2021 sebagai aturan turunan pelaksanaan UU Ciptaker harusnya belum bisa diberlakukan," jelas Roy.
Pasalnya, imbuh Roy, UU Ciptaker saat ini tengah diajukan pengujian di Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh sebab itu, sebaiknya pemerintah menunda pelaksanaan UU Ciptaker hingga MK mengeluarkan putusannya.
"Pemerintah baiknya menunda pelaksanaan UU Ciptaker sampai menunggu putusan MK," imbuhnya.
Sekda Jabar, Setiawan Wangsaatmaja sebelumnya menyampaikan, Pemprov Jabar resmi menetapkan kenaikan UMP tahun 2022 sebesar 1,72. Sehingga, UMP Jabar menjadi Rp 1.842.467 pada 2022 mendatang.
Kenaikan tersebut dihitung melalui formula yang telah dicantumkan dalam PP 36/2021. Di dalamnya terdapat batas atas dan batas bawah, dan pihaknya pun mempertimbangkan indikator lainnya termasuk upah minimum tahun berjalan.
'Kenaikan itu dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jabar 561/2021 yang diundangkan sejak 20 November 2021," kata Setiawan, Minggu (21/11).
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: