Paling kencang, publik mendesak presidential threshold yang saat ini dipatok 20 persen suara nasional partai politik atau 25 pesen kursi di DPR pada satu fraksi dari hasil pemilu terakhir, untuk dihapuskan.
Dikatakan mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier, sebetulnya tidak ada satu landasan konstitusi yang mengatur soal presidential threshold.
Dia justru berpandangan bahwa ada ambang batas itu menjadi salah satu praktik dari pengebirian hak konstitusi warga negara.
"Adanya presidential threshold itu mau setengah persen atau dua persen itu adalah pengebiri hak konstitusi," ujar Fuad Bawazier.
Hal-hal tentang pemilihan presiden, katanya, sudah diatur secara detail pada UUD 1945 setelah dilakukan amandemen sebanyak empat kali.
Fuad yang mengaku menjadi ikut sebagai tim perumus amandemen menegaskan bahwa pihaknya hanya mengatur soal siapa yang bisa mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tanpa ada ambang batas pengajuan calon.
"Dalam hal pemilihan presiden, empat kali amandemen saya ada di situ, bukan sebagai anggota DPR tapi sebagai panitia adhoc," katanya.
Aturan pengajuan pasangan calon tertulis pada pasal 6 (A) poin 1 setelah amandemen ketiga, yang berbunyi "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum."
"Pada pasal 6, di situ cuma dikatakan capres dan pasangannya diajukan oleh partai peserta Pemilu, nggak pernah terpikirkan, tidak pernah ada niatan ada pengebirian kita ingin PT 20 persen," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: