Menteri BUMN Erick Thohir mengurai bahwa pihaknya selaku pemegang saham sudah bernegosiasi dengan investor China. Mereka, kata Erick, berniat mengambil alih proyek blast furnace. Hanya saja, proyek ini membutuhkan perbaikan total yang mengharuskan dana investasi mereka bertambah.
“Cuma nggak jadi karena baja lagi naik harganya. Jadi, untuk membangun pabriknya mereka butuh dua kali lipat, jadi mereka mundur," ujarnya, Senin (6/12).
Erick mengurai bahwa harga baja dunia mengharuskan pengelola mengeluarkan dana jumbo untuk membangun pabrik. Bahkan dana yang dikeluarkan dua kali lipat dari harga konstruksi pabrik sebelumnya.
Hal itu membuat investor China memutuskan mundur dari kerja sama sebagai mitra kerja Krakatau Steel, selaku pemilik proyek peleburan tanur tinggi tersebut.
Krakatau Steel sendiri sudah mendapat restu dari Erick Thohir untuk melanjutkan proyek peleburan tanur tinggi, yang telah dihentikan pada 5 Desember 2019 lalu. Penghentian kala itu dilakukan karena pabrik gagal menghasilkan baja yang kompetitif di pasaran. Di satu sisi, biaya operasional pabrik tercatat tinggi.
Per 2011, dana sebanyak 714 juta dolar AS atau sekitar Rp 10 triliun telah digelontorkan untuk proyek ini. Sejak saat itu juga, proyek ini serba salah. Sebab proyek ini diperkirakan merugikan perusahaan senilai Rp 1,3 triliun setiap tahunnya. Sementara jika dihentikan, maka sama saja Krakatau Steel kehilangan dana sekitar Rp 10 triliun.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: