Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PDIP Gak Sepakat dengan Firli Soal Preshold Nol Persen

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Senin, 13 Desember 2021, 17:03 WIB
rmol news logo Partai berkuasa PDI Perjuangan tidak sependapat dengan harapan yang disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri agar Presidential Threshold atau ambang batas pemilihan presiden sebesar nol persen dan mahar politik nol rupiah.
Menurut Firli Bahuri, hal ini perlu dilakukan untuk menghindari praktik money politic pada saat pemilu dan juga agar tokoh bangsa yang memiliki potensi dan kapablitas sebagai pemimpin negara bisa mencalonkan diri.
Dalam keberatannya, poitisi PDI Perjuangan, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, mengatakan, pelaksanaan pemilu harus merujuk pada konstitusi dan filosofi lahirnya aturan tersebut.

"Tidak bisa serta merta,” kata Deddy kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (13/12).

Deddy mengatakan Indonesia menganut sistem demokrasi. Dengan PT nol persen, demokrasi di Indonesia akan menjadi liberal dan tidak bisa dikendalikan. Pihaknya ragu, PT nol persen dapat membuat mahar politik nol rupiah.

"Kan negara kita ini negara demokrasi gotong royong. Kalau PT nol persen itu demokrasi liberal murni. Implikasi politik dan implikasi sosialnya kan dia harus itung dulu dengan cermat. Benar enggak bahwa dengan PT nol persen serta merta tidak ada mahar?” katanya.

Di PDI Perjuangan, kata Deddy, tidak pernah ada mahar politik untuk maju sebagai calon presiden maupun calon kepala daerah.

"Kalau kayak kita di PDI Perjuangan enggak pernah ada urusan mahar, itu komitmen kita terhadap pemimpin tertinggi. Jangankan untuk presiden, untuk kepala daerah aja kita enggak ada mahar-maharan kecuali kewajibannya dalam konteks pemenangan dan pengamanan suara, saksi, gitu aja,” katanya.

Menurutnya, KPK harus bergerak untuk tidak terjadinya money politic yang bisa menjurus pada budaya korupsi. Namun, dia mengaku sanksi jika mahar politik nol rupiah bisa menjamin tidak adanya praktik money politic atau korupsi.

"Kalau pengamanan supaya tidak ada politik mahar yang bisa masuk dalam kategori korupsi ya KPK yang harus bekerja. Karena tidak ada jaminan dengan nol persen akan nol mahar. Bukan jaminan. Apakah itu juga akan mengurangi korupsi politik? Bisa iya, bisa tidak. Tapi kalau menurut saya tidak,” ucapnya.

Dia menambahkan budaya korupsi sudah mengakar di Indonesia sehingga sulit untuk dihindari terjadinya praktik-praktik nakal pada saat pemilihan umum. Pihaknya justru mendorong KPK untuk melakukan pengawasan yang ketat.

"Karena, korupsi itu adalah sebuah kebiasaan yang membudaya, tentu harus melalui yang namanya rekayasa kebudayaan dong. Mulai dari anak kecil dididik anti kprupsi anti penyimpangan, lalu adanya sistem yang kuat dan hebat, KPK kan sudah punya dana yang besar sekali, untuk melakukan pengawasan,” bebernya.

"Tapi kan ada turunan UU yang mungkin juga harus diperbaiki. Misalnya UU pengadaan barang dan jasa, mekanisme pengangkatan pejabat publik. Lalu mekanisme anggaran yang pas, yang bisa diawasi. Soal e-proc, e-bidding, dan sebagainya. Itu kesana aja,” tutupnya. rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA