"Tingginya harga ini membutuhkan campur tangan pemerintah," kata Nusron dalam Rapat Kerja dengan Menteri Perdagangan RI, Senin (13/12).
Nusron menjelaskan, pada satu sisi produsen sangat menikmati wind fall (lonjakan harga) ini. Tapi pada sisi lain konsumen sangat dirugikan. Produsennya 20 persen petani plasma, dan 80 persen merupakan pengusaha besar yang jumlahnya kurang dari 100 orang.
"Maka, atas nama keadilan, pemerintah harus hadir dan campur tangan. Perlu ada DMO khusus untuk pasokan minyak goreng dan Fame di dalam negeri. Selain itu juga diperlakukan DPO atau harga khusus domestik," terang Nusron.
Menurut Nusron, harga keekonomian CPO itu harusnya hanya 400-600 dolar AS per metrik ton. Namun, sekarang harganya mencapai 1.300 dolar AS per metrik ton.
"Seharusnya kalau hanya mengalokasikan DMO 30 persen dengan harga yang ditentukan pemerintah, menurut saya merupakan fair dan adil. Tidak bakal rugi dari siai pengusaha karena tetap ada sharing the gain atau berbagi keuntungan," demikian penjelasan mantan Ketua Umum GP Ansor ini.
Sementara untuk produsen petani, kata Nusron, tidak perlu DMO dan DPO. Biarkan petani kecil menikmati keuntungan di tengah lonjakan harga ini.
"Tapi bagi produsen yang punya puluhan ribu hektar, harusnya diatur DMO dan DPO. Karena konsumen juga harus dilindungi. Kan fair, dalam arti produsen yang besar juga harus sejahtera, tapi terukur," tegas Nusron.
Dalam konteks inilah, lanjut Nusron, harusnya Mendag tegas. Ia mengaku heran kenapa Mendag dengan petani tebu tegas, tetapi terkesan diam terkait kepentingan minyak goreng.
"Karena itu kami minta untuk harga minyak goreng tetap Rp 11.000 dengan mengggunakan mekanisme harga khusus lokal yang ditentukan pemerintah," pungkas Nusron.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: