Sementara anggota masyarakat nonpartai politik (parpol) yang punya kemampuan dan ingin memberikan dedikasinya untuk bangsa dan negara, seolah tidak diberi jalan.
Begitu urai Ketua Kelompok DPD RI di MPR, Tamsil Linrung saat acara kunjungan ke Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta akhir waktu lalu.
“Warga negara yang nonparpol seperti digolongkan kelas dua. Dan haknya, menurut Pasal 6A Ayat 2 itu, hanya untuk memilih, bukan dipilih. Ada kesan kuat menganak-tirikan. Diskriminatif,†tuturnya.
Dalam prinsip demokrasi, pembagian kelas tersebut jelas melanggar hak asasi manusia (HAM). Karenanya, ketentuan itu tidak adil dan melanggar konstitusi. Bahkan, sambung Tamsil, bisa disebut membajak demokrasi.
Di sinilah perlunya perubahan Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945 itu. Minimal ketentuan presidential threshold (preshold) 20 persen yang kini lebih memungkinkan untuk diuji.
“Perubahan PT menjadi krusial, agar terbuka atau dibuka kemungkinan bagi warga negara yang mumpuni atau punya kapasitas dan ingin berdedikasi untuk bangsa dan negara ini maju sebagai pasangan calon presiden-wakil presiden,†tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: